DPR Didorong untuk Ikut Memperkuat Lembaga Penyiaran Publik (LPP)
- Istimewa
Jakarta, VIVA Jatim-Pengamat Kebijakan Publik dari Institute Development of Policy And Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro mendorong agar DPR ikut memperkuat Lembaga Penyiaran Publik (LPP) seperti TVRI, LKBN Antara dan RRI melalui kebijakan anggaran maupun kelembagaan. Pasalnya, LPP memainkan peran strategis, yakni penguatan nasionalisme dan ketahanan nasional.
"Peran itu menjadi DNA-nya LPP, mulai RRI, LKBN Antara atau pun TVRI. Pada konteks ini sepatutnya anggota DPR ikut memahami sehingga sadar pola kerja LPP menjadi unik. Ada tugas khusus yang tidak dimiliki lembaga penyiaran swasta lain," ujar Riko, kepada wartawan.
Riko menanggapi kritik yang dilontarkan anggota DPR kepada LPP, khususnya TVRI dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, 2 Desember 2024 lalu. Menurut Riko LPP TVRI tidak diberikan kesempatan menjawab secara langsung kritik dari anggota DPR tersebut.
Menurutnya membaca wajah LPP seperti TVRI, RRI dan LKBN Antara harus secara menyeluruh. Sehingga bisa diketahui apa alasan mereka sulit bersaing dengan lembaga swasta.
"Misalnya, di satu sisi, TVRI disuruh bersaing secara komersial dengan swasta. Tapi, kakinya diikat karena secara kelembagaan banyak aturan yang membuatnya tidak bisa bergerak secara leluasa,“ katanya.
Riko mengaku hadir di tribun atas saat RDP berlangsung. Dan Pemaparan TVRI anggaran APBN Rp 1,5 triliun setahun, sebanyak Rp 900 miliar untuk membayar gaji pegawai dan manajemen.
"Berapa jumlah pegawainya TVRI? 5.000 orang. Itu bukan maunya TVRI punya pegawai sebanyak itu. Karena, secara teknis, pegawai TVRI adalah pegawai Kominfo yang ditugaskan di TVRI. Mau pecat pegawai agar sampai jumlah ideal? Ya minta Kominfo (sekarang Komdigi yang pecat). Itu bukan kewenangan TVRI," paparnya.
Sisanya sebanyak Rp 600 miliar untuk biaya operasional, program dan anggaran teknik untuk tiga stasiun yakni TVRI Nasional, TVRI Sport dan TVRI World serta 32 stasiun penyiaran daerah.
“Untuk anggaran program yang saya lihat hanya Rp180 miliar setahun. Itu bisa untuk anggaran TV swasta sebulan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno saat dikonfirmasi membenarkan semua apa yang diungkapkan Riko. Ia mengatakan tugas utama TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya.
Iman mengakui minat masyarakat menonton program-program TVRI sangat kecil dibandingkan dengan TV swasta. Namun demikian, menurut Iman TVRI tak harus sama dengan TV swasta.
"Apakah TVRI harus membuat program seperti swasta? TVRI tidak harus bersaing dengan TV swasta karena konsep dan karakteristik media penyiaran publik sangat berbeda. Penyiaran publik adalah penyiaran yang dimiliki negara, pemerintah, organisasi publik sebagai tandingan swasta," katanya.
Penyiaran di dalamnya terdapat tugas pelayanan publik berupa penyebarluasan program kepentingan dan minat publik seperti pendidikan, budaya dan informasi yang membantu masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Dan konsep yang digunakan adalah audience as public, bukan sebagai konsumen.
"Khalayak sebagai warga negara harus dididik, diberi informasi sekaligus dihibur. Dengan kata lain, publik harus dilayani sehingga mereka bisa menampilkan hak dan tugasnya secara demokratis. Dalam konteks ini, TV publik tidak berkepentingan dengan hedonisme konsumen (penyiaran komersial)," tutur Iman.
Hal tersebut berbeda dengan TV swasta yang memandang konsep khalayak sebagai audience as market. Karena itu, jika masyarakat banyak tidak peduli dengan budaya, maka tidak mengherankan jika rating TVRI tidak begitu tinggi dibandingkan stasiun TV lain.