Kadin Jatim Lihat Ada Sinyal Lemah Daya Beli Masyarakat
- Istimewa
Apalagi, lebaran kerap menjadi momen pengeluaran besar, mulai dari pembelian pakaian, bingkisan, makanan khas, hingga ongkos mudik. Dengan kondisi ketidakpastian pekerjaan, masyarakat cenderung menahan belanja dan memprioritaskan kebutuhan pokok.
"Penurunan jumlah pemudik juga menjadi indikator penting. Selain sebagai refleksi dari keterbatasan finansial masyarakat, penurunan ini juga berdampak domino terhadap sektor transportasi, perhotelan, dan UMKM di daerah tujuan mudik. Efek ekonomi Lebaran yang selama ini turut menyebarkan pertumbuhan ke wilayah non-metro, kini tereduksi secara signifikan," terang Adik.
Dengan demikian, penurunan perputaran uang sebesar 12,28 persen selama Lebaran 2025 adalah refleksi dari kombinasi faktor-faktor struktural dan psikologis ekonomi: lemahnya daya beli, peningkatan PHK, ketidakpastian ekonomi global dan domestik, serta berubahnya pola konsumsi masyarakat yang lebih hati-hati pasca pandemi dan dalam menghadapi tekanan ekonomi.
"Jika tren ini tidak segera direspons dengan kebijakan fiskal dan moneter yang proaktif—seperti penguatan jaring pengaman sosial, insentif bagi sektor UMKM, dan penciptaan lapangan kerja produktif, maka efek pelemahan konsumsi bisa menjalar ke kuartal-kuartal selanjutnya, mengancam target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2025 yang dipatok cukup ambisius," tegasnya.
Langkah cepat harus dilakukan mengingat penurunan perputaran uang saat lebaran 2025 bukan sekadar isu musiman, tetapi alarm awal bagi pemerintah dan pelaku usaha akan memburuknya daya beli masyarakat dan berkurangnya efek ganda ekonomi dari momentum besar seperti Idul Fitri.
"Strategi pemulihan perlu segera difokuskan untuk mendorong konsumsi, menjaga stabilitas pasar tenaga kerja, serta menghidupkan kembali sektor-sektor yang terdampak langsung oleh lemahnya perputaran uang tersebut," pungkasnya.