Soroti Insiden Kecelakaan di Pantai Berkas Bengkulu, DPR RI Minta Tingkatkan Pengawasan
- Istimewa
Surabaya, VIVA Jatim – Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono atau BHS tengah menyoroti insiden kecelakaan kapal wisata di Pantai Berkas Bengkulu. Kapal yang mengangkut 105 orang itu mengalami kecelakaan hingga menyebabkan 7 wisatawan meninggal dunia dan beberapa dilarikan ke rumah sakit.
Kapal Tiga Putra yang dinakhodai oleh Didi Susanto mengalami kandas terbentur di dasar laut sehingga diperkirakan terjadi kebocoran. Kapal ini sudah rutin melayani perjalanan wisata ke Pulau Tikus dengan jarak tempuh 5 mil dengan waktu sekitar satu jam dari pantai Kota Bengkulu.
Politisi Partai Gerindra ini lantas menilai bahwa insiden kecelakaan itu disebabkan karena kurangnya pengawasan dari pihak terkait. Terutama soal kondisi transportasi. Baik dari segi alat maupun sumber daya manusianya. Kemudian juga petugas keselamatan di area wilayah destinasi wisata tersebut.
Hal itu dianggap penting untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan bagi para penumpang. Maka, lanjut BHS, perlu dilakukan evaluasi apakah kapal tersebut layak pakai atau tidak, melebihi kapasitas muatan atau tidak, dan sebagainya.
"Termasuk juga di pesisir pantai dan laut yang digunakan untuk operasional kapal harus tersedia penjaga laut dan pantai (coast guard atau KPLP)," kata BHS dalam keterangan tertulis yang diterima Viva Jatim, Kamis, 15 Mei 2025.
Selain itu, alumni ITS Perkapalan ini juga menekankan pada setiap lokasi wisata pantai, terutama yang ada kaitannya dengan transportasi laut, sudah seharusnya memiliki coast guard atau penjaga pantai atau lembaga serupa. Seperti Basarnas atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), yang selalu siaga setiap saat.
"Hal ini sering kita lihat di semua kawasan pantai kita selalu tidak tersedia infrastruktur dan SDM penyelamat untuk kebutuhan wisatawan bila terjadi tenggelam pada saat berenang maupun menggunakan transportasi laut di wilayah destinasi kita. Seperti misalnya, di beberapa kawasan pantai Yogyakarta, Bali, Lombok dan pesisir Utara Jawa sehingga kebanyakan korban selalu diselamatkan oleh nelayan. Bukan oleh satuan tugas seperti coast guard itu," ujarnya.
Kejadian di Pantai Berkas Bengkulu, lanjutnya, kapal mengalami kebocoran saat sudah berada dekat dengan pesisir pantai. Bila ada satuan tugas yang siaga berjaga, kemungkinan tidak akan sampai menimbulkan korban jiwa.
"Ke depannya, saya harap para petugas keselamatan ini bisa dihadirkan oleh pemerintah daerah ataupun pusat di setiap lokasi wisata pantai atau laut yang ada di Indonesia," ujarnya lagi.
Dengan melihat kapasitas kapal yang hanya berukuran panjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 4 meter, ditumpangi hingga 104 orang pelayar bisa diperkirakan kapal tersebut overload atau kelebihan penumpang.
Apalagi kapal memiliki konstruksi sangat sederhana dan memiliki bahan dari kayu yang memiliki daya apung tidak terlalu besar dan bahkan terlihat penumpang ditempatkan berjejal di dasar/ bottom kapal tersebut. Ini sangat tidak layak dari sisi kenyamanan dan keselamatan untuk wisatawan.
Seharusnya, lanjut BHS, petugas dari regulator yang mengizinkan kapal berangkat, harus mengetahui sekaligus memastikan kapal wisata yang akan berlayar apakah mempunyai jumlah penumpang yang sesuai dengan kapasitas daya apung serta kapasitas jumlah alat keselamatan yang sesuai dengan penumpang yang akan berlayar.
"Dan bila tidak sesuai seharusnya dengan tegas melarang kapal tersebut untuk berlayar karena kapal mempunyai keterbatasan dari daya apung sekaligus jumlah alat keselamatan yang tersedia di kapal tersebut," tegasnya.
Bila perlu, Kementerian Perhubungan diminta untuk mendata semua kapal-kapal yang menjadi fasilitas tempat destinasi pantai yang disesuaikan dengan standarisasi regulasi yang berlaku di klasifikasi Non Concention Bessel standart (NCVS) serta SDM-nya yang mengendalikan operasional kapal wisata juga diberikan pembekalan tentang keselamatan.
BHS pun menyampaikan, sudah seharusnya kapal-kapal wisata yang ada di destinasi juga dilengkapi dengan radio SSB (Single Side Band) yang memiliki gelombang radio pantai yang langsung terhubung ke coast guard sehingga bila terjadi cuaca buruk bisa segera menginformasikan ke pusat radio pantai untuk minta pertolongan dan diharapkan juga kementerian pariwisata (Kemenpar) bisa menjadi leading sector untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan publik di setiap destinasi wisata.
Dan Kemenpar, lanjutnya, harus bisa berkoordinasi dengan pihak terkait lainnya, untuk penyediaan infrastruktur yang sesuai standar kenyamanan dan keselamatan sertasumber daya manusia pengendali infrastruktur yang terlatih dan mempunyai kompetensi dan juga petugas kepelabuhanan yang profesional untuk mengawasi keselamatan dan kenyamanan di destinasi pariwisata.
Dan diharapkan sertifikasi yang diberlakukan untuk kapal yang beroperasi di destinasi wisata termasuk sertifikasi SDM-nya tidak membebani usaha transportasi laut di wilayah tersebut sehingga pemerintah hadir tanpa memberatkan para pemilik kapal.
Semua itu dilakukan pemerintah untuk memastikan keselamatan pengguna jasa bisa terjamin dan industri pariwisata pantai Indonesia dapat terus bertumbuh. Jangan sampai kejadian seperti ini menurunkan minat wisatawan untuk datang ke pantai.
"Publik atau wisatawan harus terjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanannya. Perlu diingat, panjang pantai Indonesia itu adalah yang ke-dua di dunia. Harusnya bisa dioptimalkan, bukan hanya promosinya tapi juga infrastruktur, SDM dan persiapannya," pungkas BHS.