Direktur Pabrik Baja Pengemplang Pajak di Mojokerto Dituntut 3,5 Tahun Penjara dan Denda Rp 5 M
- M. Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Jatim –Ronny Widharta (43), Direktur pabrik baja PT Sumber Pembangunan Abadi di Mojokerto dituntut jaksa penuntut umum (JPU) 3 tahun 6 bulan penjara dalam perkara dugaan pengemplangan pajak.
Ia dihadirkan secara langsung dalam sidang yang digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Selasa, 21 Maret 2023. Di hadapan majelis hakim, JPU Geo Dwi Novrian membacakan langsung surat tuntutannya.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini bahwa Ronny telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana diatur Pasal 39 Ayat 1 huruf d atau Pasal 39 Ayat 1 huruf i UU Nomor 7/2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Selain pidana penjara 3 tahun 6 bulan, JPU juga menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 5 miliar subsider 6 bulan pidana penjara.
Bila mengacu persidangan, terdakwa Ronny diduga tidak melaporkan dan tidak membayar pajak terutang sebanyak Rp 2,5 miliar pada periode Januari-Februari dan Mei-Desember 2013. Sebagai Direktur, RW seharusnya membayar pajak dari setiap transaksi penjualan produk baja. Besaran PPN yang harus disetorkan ke negara 10 persen dari nilai penjualan.
Setelah mendengar tuntutan dari JPU, kuasa hukum terdakwa, Fauzi Zuhri Wahyupradika, menyatakan mengajukan pledoi atau nota pembelaan. Ketua Majelis Hakim Jenny Tulak pun mengetuk palu tanda melakukan skors pada proses persidangan. Persidangan akan dilanjutkan pada Selasa, 28 Maret 2023.
"Kita tetap akan melakukakn pledoi. Sebetulnya ini perbuatan perdata kurang bayar pajak, bukan pidana," katanya kepada wartawan usai persidangan.
Menurut dia, sesungguhnya kewajiban pembayaran pajak menjadi tanggung jawab dari kurator. Karena PT PSA sudah mengalami pailit sejak tahun 2019 berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya Nomor 24/Pdt.Sus-Pailit/PN Niaga Sby tertanggal 19 Desember 2019.
"Sebetulnya kembali lagi ini tanggung jawab kurator. Sudah disampaikan oleh ahli kami dari Unair kemarin (saat persidangan). Disampaikan bahwa ini tanggung jawab daripada kurator," tandas Fauzi.
Ia menjelaskan, tagihan pajak tahun 2013 itu baru mucul ketika pemeriksaan yang dilakukan pada tahun 2020 oleh Kanwil Ditjen Pajak Jatim (DPJ) II. Karena PT SPA tahun 2019 sudah pailit, lanjut Fauzi, maka seharusnya Kanwil DPJ tidak menutup mata.
"DPJ ke sana dong, ke kurator. Tagihan itu seharusnya ditagihkan ke kurotor itu," cetusnya.
Bahkan, pihaknya juga sudah berikirim surat pada bulan Februari 2023 kepada kurator. Namun tidak mendapatkan tanggapan secara resmi.
"Belum ditanggapai sampai saat ini," ujarnya.
Sementara, Kasipidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Rizky Raditya Eka Putra menyampaikan, pertimbangan menuntut dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 5 miliar subsider 6 bulan pidana penjara lantaran terdakwa Ronny belum mengembalikan kerugian negara.
"Belum ada pengembalian sama sekali. Sesuai dengan SOP kita denda itu dua kali lipat dari pajak terhutang," jelasnya.
Rizky menegaskan, meskipun sebuah perusahaan dinyatakan pailit tidak menghapuskan kewajiaban membayar pajak. Sementara, ia menyebut pihak Kanwil DPJ II pernah melakukan penagihan tunggakan pembayaran pajak terhadap PT PSA sebelum dinyatakan pailit.
"Dalam hal ini yang bertanggung jawab Ronny. Sebenarnya yang bersangkutan sudah diberitahukan kalau ada tanggungan dari pajak jauh sebelum pailit. Tapi tidak diindahkan oleh Ronny. Pailit tahun 2019, tahun 2016 sudah ditagih kalau ada kekurangan," pungkasnya.
Untuk diketahui, Ronny selaku Direktur PT PSA dijebloskan ke penjara gegara mengemplang PPN pada Desember 2022. Total pajak dari transaksi penjualan produk baja yang tidak ia setorkan ke negara mencapai Rp 2,5 miliar.
Penyelidikan dan penyidikan kasus ini dilakukan Kanwil Ditjen Pajak Jatim II pada tahun 2021. Berdasarkan audit mereka, penggelapan PPN dilakukan Ronny pada periode Januari-Februari dan Mei-Desember 2013.
Sebagai Direktur, Ronny seharusnya membayar pajak dari setiap transaksi penjualan produk baja. Besaran PPN yang harus disetorkan ke negara 10 persen dari nilai penjualan.
Modusnya, Ronny tidak memungut PPN selama periode tersebut dan tidak pernah membayar PPN dari penjualan baja. Sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dari perpajakan Rp 2.509.314.426.
Saat proses penyeledikan tahun 2021, Ronny sempat dilakukan pemanggilan pemeriksaan, namun selalu mangkir. Selanjutnya penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kanwil DPJ II melakukan tahap 2 pada Rabu, 7 Desember 2022. Penyidik menyerahkan RW dan barang bukti kasus penggelapan pajak itu kepada Kejari Kabupaten Mojokerto