Urusan Keselamatan, Gapasdap Minta Tarif Angkutan Jangan Dipolitisasi
Jatim – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengatakan bahwa penetapan penyesuaian tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen, sebagaimana Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 184 Tahun 2022, tidak sesuai dengan usulan oleh Gapasdap. Karena berurusan dengan keselamatan penumpang, Gapasdap berharap penetapan tarif jangan dipolitisasi.
"Sebenarnya, usulan Gapasdap menaikkan tarif akibat adanya kenaikan BBM adalah hanya sebesar 7-10 persen, akan tetapi yang besar adalah adanya kekurangan pada saat penetapan tarif sebelumnya yang dihitung mulai tahun 2018, di mana kekurangan tersebut mencapai 35,4 persen,” kata Khoiri dalam keterangannya, Kamis, 29 September 2022.
“Yang sebenarnya sesuai ketentuan harus dilakukan evaluasi atau penyesuaian setiap 6 bulan, tetapi hal ini tidak dilakukan sehingga tidak cukup untuk menjamin keselamatan pelayaran dan juga standar pelayanan minimum. Apalagi ditambah dengan pengaruh kenaikan BBM sebesar 32 persen yang berdampak kekurangan sebesar 7-10 persen. Harusnya, kenaikan tarif sebesar 43 persen,” imbuhnya.
Khoiri mengaku heran dengan kebijakan kenaikan tarif angkutan penyeberangan 11 persen tersebut. Di satu sisi, Menteri Perhubungan adalah penanggung jawab keselamatan transportasi, tetapi menurutnya menetapkan tarif yang bertolak belakang dengan keselamatan penumpang. Ini, kata dia, seakan-akan kami dijebak pada penilaian publik tentang rendahnya jaminan keselamatan transportasi penyeberangan.
"Kami sebagai asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan tidak bisa menerima tuntutan untuk keselamatan dari pemerintah. Sehingga keselamatan bukan menjadi tanggung jawab operator atau pengusaha lagi, tetapi merupakan tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan karena kondisi pentarifan yang sangat minim," ungkap Khoiri
Dia menjelaskan, perhitungan tarif angkutan penyeberangan dilakukan oleh pemerintah. Sehingga, ketika terjadi kekurangan dalam penetapannya seolah-olah ada unsur kesengajaan atau tidak paham terhadap transportasi di mana keselamatan merupakan prioritas utama yang harus dijamin. “Bila terjadi kecelakaan, maka menteri yang harus bertanggung jawab. Keselamatan janganlah dipolitisasi, karena keselamatan nilainya mutlak,” tandas Khoiri.
Selain soal keselamatan, kurangnya tarif juga dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan. Selama ini, banyak perusahaan angkutan penyeberangan yang tidak mampu membayar gaji karyawan tepat waktu karena besarnya biaya operasional. Dengan gaji yang tidak cukup akan menyebabkan konsentrasi kerja karyawan berkurang dan akhirnya akan berpengaruh pada keselamatan pelayaran,” kata Khoiri.