Bambang Haryo Pastikan Keselamatan Angkutan Ferry di Indonesia di Atas Standar Internasional
- Dokumen Bambang Haryo Soekartono
Surabaya, VIVA Jatim – Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Bambang Haryo Soekartono atau BHS, memastikan bahwa aturan keselamatan Ferry di Indonesia sudah sesuai standart internasional. Karena itu, dia meminta pemerintah tidak menjadikan penilaian Internasional Maritime Organization (IMO) yang menilai aturan keselamatan Ferry di Indonesia rendah sebagai acuan.
Sebelumnya, IMO menyebutkan bahwa aturan keselamatan Ferry di Indonesia setara dengan negara-negara berkembang, seperti Bangladesh dan Filipina. Menurut BHS, parameter keselamatan yang disematkan IMO itu bukanlah kesalahan dari perusahaan pelayaran yang tergabung dalam asosiasi, terutama Gapasdap. Sebab, keselamatan yang diterapkan Gapasdap sudah merativikasi aturan International, yaitu Safety of Life at Sea atau Solas.
Saat ini, lanjut BHS, ada regulasi nonkonvensi yang diadopsi Indonesia, tapi di atas dari aturan Solas, yaitu pada aturan Australia. Bahkan, beberapa negara maju menggunakan aturan nonkonvensi yang di bawah Solas. Jepang, misalnya, menggunakan Japanese Government, Kanada dengan Goverment of Canada, dan Filiphina dengan Marina Philipine Goverment untuk transportasi domestik lautnya.
“Demikian juga beberapa negara kepulauan lainnya. Sementara Indonesia mengacu pada aturan konvensi Solas dan bahkan nonkonvensi yang jauh di atas aturan Solas untuk aturan domestiknya,” kata BHS dalam keterangan tertulis diterima VIVA Jatim, Sabtu, 22 Juli 2023.
Anggota DPR RI periode 2014-2019 itu memaparkan, aturan konvensi itu juga telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pelayaran laut di bawah asosiasi Insa dan asosiasi Pelra. Semua kapal kapal di bawah asosiasi-asosiasi tersebut telah terdaftar di IMO (International Maritim Organization) dan mengacu pada aturan Solas.
"Untuk diketahui, di luar daripada anggota asosiasi-asosiasi pelayaran tersebut, ternyata masih banyak kapal-kapal yang belum terdaftar di IMO sehingga mereka tidak menggunakan aturan Solas dan bahkan tidak dikelaskan di Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) walaupun mereka berlayar di Indonesia. Itulah yang sebenarnya keselamatannya yang di bawah standarisasi yang juga menjadi penilaian IMO,” tandas BHS.
Pengusaha pelayaran yang kini maju sebagai bakal caleg DPR RI Dapil Surabaya-Sidoarjo itu menjelaskan, saat ini ada 13 ribu kapal di Indonesia yang terdaftar di IMO, sesuai data UNCTAD 2022, termasuk di dalamnya adalah semua kapal kapal ferry yang ada di Indonesia. Sedangkan jumlah kapal yang terdaftar di Kementerian Perhubungan dan Kementerian KKP ada 82 ribu kapal, berdasarkan data Dehhub 2019.
Dari jumlah itu, hanya 13 ribu kapal yang terdaftar di IMO. Sementara sekira 60 ribu kapal belum terdaftar. Nah, tugas dari pemerintahlah agar 60 ribu kapal tersebut terdaftar di IMO. Begitu juga klasifikasi yang mengatur aturan keselamatan, yaitu BKI, yang hanya baru bisa mendaftarkan sekitar 40 ribu kapal. Termasuk di dalamnya adalah semua kapal ferry yang ada di Indonesia.
Kondisi seperti itulah yang menyebabkan penilaian IMO terhadap semua kapal-kapal yang ada di Indonesia masuk dalam kategori penilaian yang rendah. Ditambah BKI hingga saat ini masih belum diakui oleh dunia pelayaran Internasional karena belum menjadi mamber IACS (International Association of Classification Societies).
“Akibatnya, klasifikasi Indonesia yang diwajibkan oleh UU 17 tentang Pelayaran belum memenuhi syarat untuk kepentingan International dan ini menjadi salah satu pertimbangan dan pernilaian International, termasuk IMO,” ujar BHS.
Dengan begitu, BHS meminta pemerintah agar menyosialisasikan kepada masyarakat bahwa sebetulnya angkutan Ferry di Indonesia sudah mengacu kepada aturan keselamatan Internasional yang tertinggi, bahkan lebih baik dari beberapa negara maju. Begitu pula asosiasi pengusaha pelayaran akan melakukan itu.
“Tentunya hal itu akan juga mempengaruhi penilaian asuransi terhadap industri angkutan ferry di Indonesia, sehingga akan berdampak terhadap besaran nilai premi dan cover dari asuransi tersebut,” kata BHS.