Vinda, Doktoral Muda ITS Asal Trenggalek Sempat Magang di Laboratorium Jepang
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Vinda merasa bersyukur, biaya SPP setelahnya gratis, dan saya mendapatkan biaya hidup sebesar 600 ribu. Disela jadwal kuliah ia juga mengajar les privat dari rumah kerumah dengan motor butut.
"Alhamdulillah semua terpenuhi, walapun terkadang masih meminta tambahan uang untuk membayar kos. Pada saatu kuliah S1 saya bertekad untuk lulus Cumlaude atau lulus 3.5 tahun," akuinya.
Usai lulus Vinda mulai mencari pekerjaan dan tetap mengajar les privat dengan jadwal yang lebih padat. Namun dari pekerjaan ini semua mengharuskan kontrak selama minimal 2 tahun. Sedangkan ia bercita-cita untuk melanjutnya S2 terutama di luar negeri.
"Kemudian saya mulai mencari informasi beasiswa kuliah S2. Saat itu saya belum percaya diri dengan kemampuan Bahasa inggris, sehingga mengurungkan niat untu mendaftar S2 di luar negeri setelah lulus," terangnya.
Saat itu juga di ITS tidak ada beasiswa yang memberikan biaya hidup. Perempuan asal Kecamatan Durenan Trenggalek ini menunggu selama satu tahun untuk mempersiapkan Bahasa inggris dan tetap di Surabaya bekerja sebagai guru les. Setahun setelah lulus, terdapat pengumuman CPNS dan mendaftar.
Ternyata belum rejeki vINDA juga. Pengumuman ini dibarengi dengan ia dikeluarkan dari Lembaga Bimbingan Belajar karena izin untuk ikut tes CPNS. Saat itu ia sangat terpukul. Beberapa bulan, temannya menginformasikan bahwa beasiswa PMDSU (Program Menuju Doktor Untuk Sarjana Unggul) dibuka. Yaitu program percepatan S2-S3 dengan waktu 4 tahun.
Ia mendaftar pada program ini, dan mengasampingkan keinginan lanjut di luar negeri. Karena ternyata di beasiswa PMDSU juga terdapat program penelitian selama 3-6 bulan di luar negeri.
"Alhamdulillah saya diterima pada program ini dengan SPP full dan biaya hidup sebesar 4 juta sebulan. Menurut saya biaya hidup ini lebih dari cukup," katanya.