Nasionalisme-Demokrasi Pekerja Migran Tulungagung di Luar Negeri

Penampilan Reog Ponorogo dari PMI di Korea.
Sumber :
  • Dokumen Eko Fajar

Tulungagung, VIVA Jatim –Mayoritas masyarakat di Tulungagung memilih bekerja di luar negeri dengan berbagai profesi untuk meraup pundi-pundi uang. Meski ada yang berhasil membuka usaha namun tidak sedikit dari mereka yang gagal.

Komitmen GISLI Tulungagung Bantu Program Pemerintah Jadi Poros Maritim Dunia

Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di perantauan memiliki kehidupan yang penuh dengan tantangan. Terutama menjelang pesta demokrasi yang menjadi salah satu alat penyalur aspirasi dalam sistem yang diakui. Pun juga cerita nasionalisme di perantauan.

PMI asal Desa Suwaluh, Kecamatan Bandung Kabupaten Tulungagung, Eko Fajar Nugroho salah satunya. Ia telah bekerja 5 tahun lebih, saat ini berada di Gwangju Jeollanamdo Korea.

Baru 72,14 Persen Capaian UHC di Tulungagung

"Selain kosongan, juga karena kesibukan PMI sendiri. Soalnya yang bisa shift malam, ada yang tak mendapat izin soalnya banyak yang golput terbentur yang bekerja," ujar Fajar Eko Nugroho, Rabu, 29 November 2023.

Fajar menjelaskan di Gwangju Korea terkait mencoblos, biasanya jika pekerja migran yang resmi mendapatkan surat resmi dari KBRI. Berbeda bagi yang keluar dari kontrak, tidak mendapat surat yang berisi surat suara.

Bayi Kembar Siam di Tulungaung Tercover BPJS, dari Sebelum hingga Usai Operasi

Selama di perantauan, Kenthon sapaan akrabnya mengaku sering bergabung dengan orang asli Korea. Namun hanya sebatas ngobrol bercanda, cuma tidak diperkenankan membicarakan hal private. Hanya seputar perbincangan jika libur menghabiskan waktu kemana.

Perihal memupuk semangat nasionalisme, alumnus SMKN 1 Bandung Tulungagung ini mengatakan melalui perkumpulan, sering menggalang dana jika ada musibah di Indonesia sebagai bentuk solidaritas. Pun dengan mengikuti berbagai event penampilan, pasalnya di Korea memiliki space khusus setiap tahun.

Ia mengaku, salah satu contoh dalam pertunjukan yang sering di Warga PSHT atau Water Korea seperti musibah Erupsi Lumajang, Erupsi Gunung Semeru dengan menggalang dana.

Lalu, gempa bumi yang terjadi di Sukabumi dan lain-lain. Sedangkan kerjasama antara pemerintah korea dengan budaya, ada festival teman -teman menampilkan Reog Ponorogo dan atraksi pencak silat di setiap taun musim panas.

"Kemarin bulan 9 kalau Korea menampilkan taekwondo, sedangkan Indonesia menampilkan Reog Ponorogo dan pencak. Lokasinya outdor terbuka diberi panggung seperti konser. Disini senang dan perantauan yang banyak menonton. ramai soalnya setiap tahun," bebernya.

Menyambut pesta demokrasi, Kenthon menjelaskan masih kurangnya sosialisasi dari pihak terkait. Hanya sebatas informasi broadcast di sosial media, karena sosialisasi secara langsug tidak ada.

"Termasuk juga kesibukan PMI sendiri, soalnya yang bisa shift malam, soalnya banyak yang golut terbentur yang bekerja, dan juga KBRI banyak, hanya memberikan undangan saja, selain jauh jarak pas kerja diberi jam-jaman, kalau di 2019 jarak ke pemungutan suara iya di poskan melalui biasaya sendiri," terangnya.

Pemuda yang berencana pulang di 2025 mendatang ini berharap adanya pesta demokrasi tidak memecah belah pihak manapun. Lalu, seyogianya tidak menjelekkan siapapun yang menjadi presiden.

Tidak terpancing isu-isu yang membuat perpecahan persatuan, tetap guyub rukun. Karena bagaimanapu yang menjadi pemimpin, ia bersama ratus ribuan pekerja tetap bekerja.

Ia berharap regulasi bagi pekerja migran lebih dipermudah. Lantaran, ia mendapat curhatan dari sahabat saat di beacukai akan mau pulang di bandara dipersulit dan sebagainya.

"Padahal kita sebagai penyumbang devisa terbesar. Seharusnya bisa diperhatikan, pastinya masuk ke kprea itu enak, soalnya dilindungi," ulasnya.

Suara-suara pemilih di dalam Pemilu 2024 dari PMI patut diperhitungkan karena jumlahnya terbilang banyak. Terlepas dari keenganan mengurus administrasi kepemiluan supaya masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan sebagainya.

Perlu kiranya edukasi hingga sosialisasi sampai akar rumput untuk meningkatkan jumlah partisipasi pemilih luar negeri.   

Merujuk pada 'Migrant Care' dengan tulisan 'Pemilu Bukan untuk Pekerja Migran' kendati ada peningkatan partisipasi pemilih luar negeri pasca orde baru, prosentasenya masih dibawah 50 persen.

Pada 2004 partisipasi hanya 13 persen, meningkat di 2009 menjadi 23 persen dan berlanjut di 2014 sebesar 22,9 persen. Sementara catatan Migran Care soal daftar pemilih tetap (DPT) bagi warga luar negeri pada 2004 sebesar 1,9 juta pemilih.

Merosot pada 2009 yang hanya 1,5 juta pemilih, lalu meningkat pada 2014 sebanyak 2,03 juta pemilih. Serta peningkatan sedikit dalam 2019 sebanyak 2,05 juta pemilih.

jumlah pemilih untuk pemilih luar negeri di 128 negara perwakilan, dengan jumlah PPLN, KSK dan Pos sebanyak 3.059, jumlah pemilih laki-laki 751.260, perempuan 999.214, total pemilih laki-laki dan perempuan di luar negeri 1.750.474. 

Melansir dari VOA dalam mendukung partisipasi PMI menyalurkan hak suaranya, Konsulat Jendral Republik Indonesia di Hong Kong yang merupakan wilayah administratif Khusus Republik Rakyat China mengirimkan surat kepada pimpinan perusahaan, usaha kecil, menengah sampai majikan.

Surat tersebut sebagai permohonan para PMI pada saat pencoblosan diberikan kelonggaran untuk memilih dengan memberi kesempatan beberapa jam. Barangkali membutuhkan dokumen bisa meminjamkan kepada pekerja sebagai syarat administrasi. Dari catatan tahun tersebut ada 160 ribu penduduk Indonesia yang mengadu nasib ke negara ini.

Lain Fajar, lain Binti Aklinatus Sa'diyah. Perempuan asal Desa Notorejo Kecamatan Gondang Tulungagung ini sudah 10 tahunan merantau ke Taiwan. Anak terakir dari 5 bersaudara ini mengadu nasib untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga.

Ditanya perihal uforia pesta demokrasi lima tahunan di perantauan lebih ramai di media sosial. Sebab, dengan segala kesibukan dengan majikan masing-masing membuat harus merelakan golput.

Kendati beberapa dikirim melalui pos, namun tidak semua ikut mencoblos. Selain lokasi jauh, PMI merasa belum menjadi prioritas. Alan tetapi mayoritas gegara terbentur waktu dengan pekerjaan yang harus diselesaikan.

"Ada yang perjalanan 1,5 jaman, ada yang di kirim surat pencoblosan, ada yang tidak. TPSnya jauh, ada juga yang malas antri banyak," ujar Lina.

"Dulu nyoblos 2019 di HK ada tempat TPS. Tapi ada yang golput karena keterbatasan waktu dan gak bisa keluar. Paling yang nyoblos sekitar 20 sampai 30 persen," sambungnya.

Perempuan 5 bersaudara ini menambahkan bahwa hiruk pikuk Pilpres 2019 yang lalu menurutnya tak jauh berbeda dengan tahun 2024 mendatang. Pasalnya, ada yang sebagian ngotot memilih Paslon idaman, termasuk sikap netral juga ada dari PMI.

Sementara dirinya tidak mau ikut terjun ke pusaran hate space seperti pada kebanyakan orang awam. Lina lebih memilih bersikap biasa, karena hanya orang awam. Meski hanya lulusan Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kecamatan Gondang Tulungagung, ia tak mau ambil pusing dengan adanya pemilu.

"Kalau saya sembarang, soalnya mendukung siapa saja, siapapun pemimpinnya kita hanya rakyat kecil, bersuara ngotot pun gak bakalan didengar. Tapi saya punya 1 pilihan," ujarnya.

Lina tak memungkiri, jika pilihannya tidak bakal menjamin kehidupannya selama menjadi penyumbang devisa terbesar. Sebab, pilihannya hanya sebatas pilihan. Ia lebih fokus pada kerjaan yang menjadi tugas kewajiban sehari-hari.

"Selebihnya saya sibuk kerja tidak memikirkan yang ruet-ruet, banyak kerjaan. Mulai memikirkan bersih-bersih rumah, yang dijaga belum lagi pas cerewet," keluhnya.

 

Pekerja Migran Indonesia menampilkan kesenian di Korea.

Photo :
  • Dokumen Eko Fajar

 

Terpisah, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Divisi Perencanaan Data dan Informasi, Safari Hasan mengatakan bahwa terkait data pemilih luar negeri relatif cukup banyak, karena Tulungagung khususnya merupakan sentra dari pekerja migran di Jawa Timur maupun di Indonesia.

Kalau jumlah pastinya hingga saat ini kami belum bisa mengeluarkan, karena memang aturan dari KPU RI sebagai lembaga vertikal kami itu tidak memperkenankan ini untuk dipublish sampai nanti ini penetapan.

"Angkanya sebenarnya fluktuatif antara yang keluar dan masuk, kalau di Tulungagung tidak hanya pekerja migran, tapi juga pelajar dan mahasiswa. Termasuk juga pekerja sektor formal. Kalau pekerja sektor non formal ini detik ini kita masih mengoptimalkan sosialisasi," beber Safari.

Pria kelahiran Jember 1981 ini menambahkan data yang dimiliki KPU menggunakan data gabungan. Pertama, memiliki jejaring PPK di tingkat kecamatan, PPS bahkan sampai bawah kalau sudah pembentukan KPPS.

Data tersebut setiap sebulan sekali update, terus kedua kita dapat data dari data agregat kemendagri dari Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil. Itu juga memberikan data mereka terbaru ke KPU RI diturukan sampai daerah.

"Kemudian juga seringali kita memang croschek ke stakeholder terkait ke Dispendukcapil, Dinsos Disnakertrans, Lapas, juga ke pemangku wilayah Desa dan sebagainya. Kita juga melalui tim kita selalu mengupdate data tersebut," terangnya.

Disinggung seberapa banyak angka pindah pilih, ia enggan mengatakan jumlah secara keseluruhan. Namun, KPU Tulungagung memastikan angka tersebut fluktuatif, tapi untuk bulan Oktober 2023 dari catatan pemilih masuk sampai diangka 500an orang.

"Sedangkan untuk keluar kurang lebih 438 orang. Setiap bulan kecenderungan dari bulan-bulan sebelumnya trennya naik, tapi untuk bulan depan naika atau bagaimana. Kalau update data sampai h-7 pelaksanaan pemilu," ungkapnya.

Pria berkacamata ini menambahkan bahwa usai h-7, data tersebut diunci. Lalu, dan hari h sudah tidak ada pindah pilih, nanti akan ada namanya hak pilih khusus, yaitu itu dengan menggunakan hak pilih memakai kartu tanda penduduk (KTP).

Lalu, bagi pekerja migran cukup menunjukkan kontrak kerja dan mendatangi lokasi pemungutan suara. Kalau posisi masih di Indonesia, PMI mengurus ke PPK atau ke KPU setempat.

Nanti petugas KPU melalui Sistem Daftar Pemilih (Sidalih) untuk dipindah hak pilih ke luar negeri. Namun bagi pekerja migran yang sudah berada di luar negeri, yang bersangkutan bisa menghubungi PPLN terdekat. Tetapi di kedutaan atau konsulat jendral atau perwakilan Indonesia di luar negeri sebenarnya mudah prosesnya, tidak harus misalnya datang ke lokasi.

"Prosesnya lebih mudah, termasuk yang jarang pulang ini abk, ABK ini kan tidak menetap biasanya mempertimbangkan berlabuh dinegara mana yang terdekat," imbuhnya.

Tentunya, dikatakan Safari ada beberapa yang tidak harus memasukan ke kotak suara. Namun ada yang melalui pengiriman pos ke masing-masing alamat PMI. Ia memastikan bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu sangat pro aktif, dalam menjaga hak-hak pemilih.

Termasuk kemarin, pihaknya hak monitoring kita di daerah daerah basis TKI PMI itu kita temukan selama ini PMI kurang pro aktif karena mungkin ada pragmatisme tidak ada noponya belum ada kesadaran.

"Kita mencoba dengan perangkat desa untuk mensosialisasikan kemudahan kemudahan yang didapatkan," tandas anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Fauzan Muliadi dan Sri Wahidah ini.