Serunya Tradisi Sepak Bola Api di Ponpes Mojokerto Kala Ramadan

Santri Ponpes Al Hidayah Mojokerto bermain bola api
Sumber :
  • Viva Jatim/M Lutfi Hermansyah

Mojokerto, VIVA Jatim – Permainan sepak bola api masih ditemukan di Mojokerto. Di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayah, Desa Pulorejo, Kecamatan Dawarblandong misalnya. Di sana, permainan menantang itu menjadi kegiatan rutin para pendekar Perguruan Silat Pagar Nusa saban bulan Ramadan. 

Kripik Radja Hasil Pondok Pesantren Mambaul Ulum Malang Capai 1 Ton Per Bulan

Di lapangan Ponpes Al Hidayah anggota Pagar Nusa Ranting Al Hidayah berkumpul untuk melaksanakan latihan rutin pada Sabtu, 23 Maret 2024 malam. Setidaknya ada 20 orang santri dan santriwati yang mengikuti latihan ini. Dengan mengenakan pakaian sakral hitam, mereka memperagakan materi berbagai jurus ciri khas Pagar Nusa. Usai latihan jurus, barulah mereka bermain sepak bola api. 

Permainan sepak bola api dimainkan dengan bola berbahan batok kelapa. Sebelumnya direndam dalam minyak tanah beberapa hari. Agar tahan lama ketika dimainkan. 

Khofifah-Emil Bahas Pemberdayaan hingga Prestasi Bagi Pesilat di Mataraman

Jumlah pemain dibagi 10 orang satu tim. Sama dengan futsal. Tapi, bedanya dalam permainan ini tidak ada penjaga gawang dan ukuran gawangnya kecil. 

Sepak bola api tak ada aturan layaknya sepak pada umumnya. Mereka sangat menikmati permainan oper bola saja itu. Berlari mengejar dan berebut bola yang diselimuti bara api. Menggiring bola api yang berkobar-kobar ke arah gawang lawan. Saling berusaha menembus benteng pertahanan lawan. Mencetak poin dengan memasukkan bola ke gawang dengan kaki telanjang.

Pj Gubernur Adhy Soroti Maraknya Kekerasan di Pesantren, Sebut Keamanan Harus Ditingkatkan

Permainan ini membutuhkan keberanian dan kekuatan karena risiko cederanya cukup besar. Pasalnya, jika tidak hati-hati sangat mungkin melepuh karena panasnya bola api. 

Mereka nampak sangat menikmati permainan oper bola saja itu. Teriakan mereka menggaung di tengah lapangan beralas paving block. 

“Seru, panas tapi tak terasa panas. Kita main dengan pelan-pelan saja, tidak tergesa-gesa,” kata salah satu peserta sepak bola api, Ahmad Hamim Muslim.  

Pria berusia 22 tahun ini menyebut, tidak ada ritual khusus sebelum bermain bola api atau bahkan . Hanya saja, mereka berkirim doa lebih dulu kepada para pendiri dan sesepuh Pagar Nusa sebelum latihan. Bahkan, ia mengaku tak menggunakan ilmu kebal atau tenaga dalam sekalipun. 

“Yang penting mentalnya berani karena yang kita mainkan bukan bola biasa. Setiap membuka latihan kita bertawasul (mengirim doa) kepada pendiri pagar nusa, sesepuh-sesepuh pagar nusa. Seperti main bola biasa, ya kalau dirasakan ya panas. Tidak ada tenaga dalam, hanya doa saja,” ungkap Hamim. 

Hamim mengatakan, permainan sepak bola api ini tak lain untuk memperkuat kebersamaan, dengan mengutamakan sportivitas juga kekompakan. Hingga kini, tradisi permainan sepak bola api telah menjadi tradisi tahunan yang masih berlangsung di lingkungan Ponpes Al Hidayah Desa Pulorejo, Kecamatan Dawarblandong. Ia sendiri telah mengikuti sejak tiga tahun yang lalu. 

“Kita main ramai-ramai untuk mempererat persaudaraan di Pagar Nusa. Setiap bulan ramadan disini selalu ada sepak bola api setiap tahun. Kegiatan ini juga untuk menunggu waktu sahur,” terang warga Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Dawarblandong itu. 

Pengasuh Ponsel Al Hidayah, Akmaluniamillah mendukung kegiatan bermain sepak bola api ini. Sebab, dapat menjauhkan para santri dari kegiatan-kegiatan bernilai negatif dan maksiat. 

“Kegiatan ini dalam rangka tarkul ma’asih, yaitu di dalam bulan Ramadan harus diperbanyak kegiatan yang bernilai positif. Sehingga mendapat berkah bulan Ramadan,” tuturnya. 

Dari 20 pesilat itu, 10 di antaranya merupakan santri Ponpes Al Hidayah. Sisanya adalah para kawula muda sekitar. Dari permainan sepak bola api ini, lanjut Akmal, bukanlah upaya pamer kesaktian santri. Sebaliknya, olahraga ekstrem tersebut hanyalah meniru upaya dakwah dengan menggandeng kearifan lokal, mengikuti jejak Wali Songo di Tanah Jawa. 

“Nilai positifnya anak-anak disini juga bisa menjaga budaya, menjaga solidaritas teman-teman semua. Terutama tarkul ma’asih,” imbuhnya.