DSA Ponorogo Konsisten Ekspor 90 Ton Komoditas Kunyit Meski Harga Melejit
- DSA Ponorogo
Ponorogo, VIVA Jatim-Desa Sejahtera Astra (DSA) Ponorogo masih konsisten dengan mengembangkan komoditas unggulan. Dulu kunyit yang hanya dipandang sebelah mata, kini harganya semakin melejit. Alhasil, DSA Ponorogo bisa melakukan ekspor dengan negara tujuan India sebanyak 90 Ton.
Salah satu Fasilitator DSA Ponorogo, Slamet Riyanto menerangkan total ekspor kunyit ke India sekitar 80-100 ton per musim. Namun, kata Slamet, hal tersebut bukan angka pasti dan tergantung harga di pasaran.
"Keren banget sebenarnya kalau Rp 19 ribu, akan tetapi persoalannya barangnya yang tidak terlalu maksimal ada. Itu kering 18 ribu. Makanya saya ambil 18-19 itu yang kering minimal harga yang tahun ini yaitu Rp 17 ribu minimal harganya," jelasnya kepada VIVA Jatim, Sabtu, 2 November 2024.
Maka dari itu, kata Slamet, jika ekspor mencapai 80 ton, omzet bisa tembus sekitar Rp 1,5 miliar. Kenaikan angka ekspor tersebut membuat harta kunyit di tingkat petani pun ikut melejit.
Slamet mencontohkan Turmeric oil (Kunyit). Turmeric sendiri berasal dari rimpang umbi tanaman, atau akar bawah tanah. Turmeric oil diproses dengan metode penyulingan uap yang berasal dari akar kunyit.
Turmeric oil mempunyai aroma manis, berkayu dengan aroma rempah dan berwarna kuning. Turmeric oil mempunyai khasiat dapat menyeimbangkan tubuh, meredakan depresi, dan perasaan cemas.
Beberapa kegunaannya diantaranya sebagai aromatherapy, memiliki sifat menghangatkan. Selain itu dapat mengatasi gangguan pencernaan sampai menenangkan sistem saraf.
Dan jika ingin dibuat minyak, baru bisa menjadi produk satu tahun kemudian. Pasalnya, ada banyak kendala yang akan dihadapi mulai penelitian dan lain-lain.
"Kita juga step-nya lumayan panjang itu update untuk rencana minyak turmeric," bebernya.
Sementara untuk pasar lokal, Slamet mengungkapkan sudah tembus ke pasar Bali. Di sana digunakan untuk lulur, spa, dan sebagainya. Sejauh ini pengiriman ke Pulau Dewata cukup menjanjikan sebab rutin setiap bulan membutuhkan stok kunyit.
"Ternyata membutuhkan kunyit untuk lulur di Bali. Sekitar hampir Rp 50 juta dan dia kontinyu rencananya Bali minta setengah jadi, kita bersihkan. Memang itu agak sensitif karena bahan tradisional," imbuhnya.
Slamet mengakui kunyi untuk kian menjadi primadona yang mengakibatkan harganya melejit. Hal tersebut dampak dari ekspor kunyit yang mengalami peningkatan. Menurut Slamet, sebelum adanya ekspor, harga kunyit dikisaran harga hanya diangka seribu sampai Rp 1.200. Namun harga melejit hingga Rp 3.500 sampai Rp 5 ribu setelah adanya ekspor kunyit.
Program tentang ekspor kunyit turut mendorong masyarakat banyak yang menanam kunyit. Harapannya mereka bisa mendapatkan cuan dari kunyit. Program tersebut berdampak sangat besar kepada petani.
Di Ponorogo, pengiriman kunyit ke Pasar Lokal Surabaya dan Jakarta bisa mencapai 55 hingga 77 ton per hari. Banyaknya permintaan kunyit membuat petani memiliki banyak pilihan untuk menjualnya baik dalam bentuk masih basah atau kering dan rempelan. Slamet mengungkapkan saat ini kunyit rempelan harganya berkisar Rp 2 ribu yang dulunya hanya Rp 425.
"Untuk tren kenaikan sendiri Sudah hampir 1 tahun ini. Kenaikannya cukup signifikan untuk kunyit," jelasnya.
Slamet berharap, ada atau tidak ada program Astra, DSA Ponorogo bisa tetap survive untuk ekspor. Karena masyarakat petani akan lebih sejahtera dengan harga kompetitif bila dibandingkan pasar lokal.