Mengenal Desa Wisata Keris yang Dikenal Dunia, Kerisnya Mempunyai Pamor yang Diminati Kolektor
- Jadesta.kemenparekraf
Sumenep, VIVA Jatim – PT. Astra International tbk. terus menebar manfaat kepada masyarakat Indonesia melalui program yang diinisiasi perusahaan tersebut. Salah satu program yang terbukti dirasakan masyarakat adalah Kampung Berseri Astra (KBA) dengan program penyangga kesejahteraan masyarakat, yakni empat pilar; pilar pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
Kampung Berseri Astra merupakan program pengembangan masyarakat yang dijalankan oleh Astra untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Program ini bersifat komunitas, seperti KBA Aeng Tongtong Sumenep yang terpilih menjadi bagian dari Astra melalui program KBA. KBA Aeng Tongtong bergabung dengan Astra sejak tahun 2022.
Koordinator KBA Aeng Tongtong Sumenep, Wawan Novianto mengungkapkan kepada VIVA Jatim, Minggu, 10 November 2024, bahwa pada tahun 2022 juga dengan membawa keunikan produksi keris, Desa Aeng Totong masuk dalam lima besar desa wisata terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI).
KBA Aeng Tongtong yang berada di wilayah administratif Desa Aeng Tongtong, Kecamatan Saronggi, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur itu memang dikenal oleh masyarakat luas dengan empu keris terbanyak. Sehingga desa tersebut pernah mendapatkan rekor muri dengan rekor empu keris terbanyak, yakni 446 empu.
Tak heran, Sebab Wawan Novianto mengatakan bahwa warga Desa Aeng Tongtong sejak masa kerajaan Sumenep sudah aktif sebagai empu keris. Hal itu terus dilestarikan secara turun-temurun melalui proses regenerasi secara otomatis kepada anaknya. Ia mengatakan, warga setempat tidak pernah mengadakan pelatihan pembuatan keris. Keturunan dari seorang empu secara otomatis akan beraktifitas sebagaimana orang tuanya, yakni menjadi empu keris.
“Itu yang menarik di desa kami, bahwa seorang empu itu berjalan dengan otomatis. Saya yakin otomatis berjalan karena kuatnya nilai kebudayaan yang ditanamkan oleh leluhur kami. Jadi ketika orang tuanya seorang empu otomatis anaknya akan beraktifitas yang berkaitan dengan keris, tanpa melalui paksaan.
Namun istilah empu saat ini sudah mulai mengalami pergeseran. Pria yang mengetuai Desa Wisata Keris itu mengatakan bahwa empu zaman dahulu merupakan pelaku seni yang membuat keris dengan memasukkan nilai-nilai tertentu untuk dipusakakan secara pribadi dan untuk kepentingan di luar bisnis. Namun saat ini mulai bergeser kepada pengrajin yang memproduksi keris dengan ada embel-embel industri. Hal ini menjadi alasan tingginya minat anak muda menjadi empu. Karena dapat menghasilkan uang.
“Memang tidak bisa dipungkiri saat ini keris masuk pada wilayah bisnis. Artinya bisa menghasilkan uang, jadi semakin menarik perhatian mereka,” terangnya.
Wawan mengatakan jika yang menarik dari keris produksi empu di Aeng Tongtong adalah dari sisi pamor. Seperti pamor Junjung Derajat yang amat terkenal dan banyak diminati oleh para kolektor. Para empu di desa Aeng Tongtong terkenal dengan hasil pengerjaan yang sangat baik dengan penataan yang baik pula.
Selain itu, para empu juga membangun jaringan pasar secara mandiri melalui platform dan media sosial yang ada. Dengan keuletan mereka, keris mereka bisa diminati tidak hanya oleh orang lokal, tapi juga tetangga Negara, seperti Malaysia, Singapura, dan lain sebagainya.
“Kalau keris yang dikirim ke luar negeri itu dilakukan oleh empu masing-masing. Dia punya koneksi atau jaringan di luar, baik melalui facebook, tiktok, maupun instagram. Dari situ pecinta keris kenal dengan pengrajin keris di Aeng Tongtong. Akhirnya ada proses jual beli antar mereka. Jadi ngirimnya melalui ekspedisi secara pribadi, bukan secara kelompok atau komunitas. Namun, jika penjualan pada orang lokal sendiri melalui online atau bertemu langsung,” ceritanya.
Kesuksesan mereka mengembangkan Desa Wisata Keris juga tidak lepas dari dukungan pemerintah setempat, seperti bantuan dari pemkab berupa peralatan kepada pengrajin keris. Terbaru, Desa Aeng Tongtong juga mendapatkan bantuan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Bantuan tersebut alokasikan pada pembuatan galeri untuk memajang keris karya warga Desa Aeng Tong-tong serta pengadaan shuttle car agar wisatawan yang berkunjung bisa nyaman.
“Bantuan dari Kemenparekraf itu kita alokasikan kepada shuttle car, yang didesain khusus, untuk memberikan pelayanan kepada wisatawan. Mengingat, desa kami itu tidak bisa dilalui oleh kendaraan besar, sehingga dengan adanya shuttle car dapat mempermudah wisatawan,” ucapnya.
Wawan mengatakan, menjadi sebuah kebanggaan bahwa keris dari KBA Aeng Tongtong ini pernah berkontribusi pada perhelatan G-20 yang dilaksanakan di Bali. Sebanyak 23 keris buatan asli warga Aeng Tongtong menjadi salah satu suvenir kepala negara yang hadir. Adapun jenis keris yang dijadikan suvenir adalah Keris Yudho Gati. Keris jenis ini sangat melegenda di Kabupaten Sumenep, sebab menjadi pusaka pribadi seorang raja di Kabupaten Sumenep.
“Itu keris sangat melegenda dan sering menjadi pusaka pribadi seorang raja di kabupaten Sumenep,” ujarnya.
Selain keris Yudho Gati, warga Desa Aeng Tongtong juga lihai membuat keris dengan berbagai jenis, bahkan semua jenis. “Para empu bisa membuat semua jenis keris. Tidak hanya keris Madura. Keris bugis bisa, keris Thailand bisa, keris Sumatera bisa. Semuanya bisa.”
Wawan berpesan kepada semua kalangan, bahwa sejak tahun 2005 diakui sebagai warisan tak benda oleh UNESCO, hal itu menjadi bukti bahwa keris adalah salah satu identitas bangsa Indonesia. Sehingga warga Negara Indonesia harus belajar tentang keris.
“Memahami keris itu harus dilakukan sejak dini. Agar kita tidak belajar budaya kita sendiri dari orang lain. Belajar budaya kita di rumah sendiri,” pesannya.
Untuk Astra sendiri, Wawan berterima kasih telah menjadikan Desa Wisata Keris bagian dari Astra. “Terima kasih karena Desa Wisata Keris sudah menjadi bagian dari Astra. Apa yang bisa kita kerjasamakan antara Desa Wisata dengan Astra semoga ke depannya bisa semakin terjalin dengan baik agar masyarakat yang ada di Desa Wisata Keris ini semakin baik dan semakin sadar akan kebudayaan yang telah kita lestarikan dari dulu.”