Bayar Pajak Bisa Sekaligus Niat Zakat?

Komisi Fatwa MUI Jatim, Agus H Zahro Wardi.
Sumber :
  • Viva Jatim/Madchan Jazuli

Jatim – Beberapa hari terakhir ramai isu penolakan membayar pajak hingga membayar pajak sekaligus meniatkan untuk zakat. Hal tersebut diluruskan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, Agus Zahro Wardi bahwa ada yang perlu diperhatikan.

Derita Palestina, MUI: Aksi Bantuan Lebih Dibutuhkan Ketimbang Seruan Boikot

Gus Zahro mengulas soal zakat, pajak hingga jizyah. Pajak merupakan kewajiban semua warga negara Indonesia yang dibebani untuk membantu pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Pajak lewat sektor-sektor telah diatur oleh pemerintah dan ini di dibebankan kepada siapa saja, semua warga negara Indonesia, baik muslim maupun non-muslim," ungkap Gus Zahro, Jum'at 10 Maret 2023.

Cium Bendera Merah Putih, Napi Teroris Eks JI Kembali Ke Pangkuan NKRI

Kiai yang juga Dosen Pascasarjana Ma'had Aly Lirboyo Kediri ini mengulas istilah zakat dalam fiqih ialah ‘al mal yukhroju min malin mahsusin bi malin mahsusin'. Yaitu satu penghasilan atau harta yang dimiliki khusus dibebankan kepada orang Islam, dengan apa tata cara serta ukuran-ukuran tertentu.

Gus Zahro menarik kesimpulan bahwa pajak ini lain dengan zakat sekaligus yang dibebani juga lain. Mulai apa yang harus dizakati lain dengan pajak yang dibebani untuk dipajaki atau yang dibebankan untuk dizakati berbeda, sampai nilai tidak sama.

Zakat Jadi Solusi Berantas Kemiskinan dan Tingkatkan Kepedulian Sosial

"Oleh sebab itu, menurut kacamata fiqih tidak bisa pajak ini sama dengan zakat atau zakat ini bisa diniati untuk membayar pajak," terangnya.

Kiai yang juga Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jatim, menambahkan ketidakbisaan zakat sama dengan pajak, karena zakat adalah ibadah maliyah. Sedangkan kalau pajak ini adalah murni kewajiban seluruh masyarakat Indonesia.

"Pajak yang dibebankan pemerintah kepada warga negara Indonesia siapapun dan agama apapun," imbuhnya.

Perihal istilah Jizyah, ia mengulas ada yang mengatakan bahwa pajak adalah jizyah mengacu kepada Surat At-Taubah ayat 29. Padahal menurutnya, sangat berbeda, jizyah bukan pajak bukan pula zakat.

Gus Zahro merinci ada empat kategori kafir, yakni kafir dzimmi (non muslim yang dilindungi dengan imbalan pajak kepala atau jizyah), kafir harbi (non-Muslim yang diperangi). Selanjutnya ada  kafir mu'ahad (non-Muslim dengan perjanjian, tanpa keharusan bayar jizyah), serta kafir musta'man (non-Muslim bukan warga yang dijamin keamanannya).

Dirinya Zahro menegaskan, saat ini di semua belahan dunia tidak ada satupun Negara Islam. Yang ada adalah nation state, artinya negara bangsa. Sehingga saat ini tidak ada kafir dzimmi, Kafir Mu'ahad, Kafir Musta'man, termasuk juga tidak ada lagi Kafir Harbi.

"Sementara jizyah ini dibebankan kepada kafir dzimmi, saat ini tentu termasuk Indonesia non muslim yang ada di Indonesia tentu bukan kafir dzimmi. Oleh karena itu jizyah ini sudah tidak ada lagi," paparnya.

Menyoal pertanyaan apakah tidak bisa beban muslimin ini dijadikan 1 dengan pajak? Gus Zahro menuturkan bisa saja. Akan tetapi dengan cara pembuat regulasi baik pemerintah maupun DPR RI duduk bersama. Lantas, yang disebut dengan pajak bisa diregulasi kan khusus untuk orang Islam itu adalah sekaligus untuk menunaikan zakat.

"Nah ini baru nanti bisa disebut bisa saja zakat adalah pajak. Tapi sekali lagi, untuk sekarang ini tidak bisa nah itu yang bisa," tutupnya.