Hukum dan Tata Cara Salat Rebo Wekasan
- U-Report/Viva.co.id
Jatim – Masyarakat Islam di Indonesia mengenal apa yang disebut dengan Rebo Wekasan. Dalam bahasa Jawa, Rebo artinya hari Rabu dan Wekasan artinya pungkasan atau akhir. Rebo Wekasan adalah hari Rabu pada akhir bulan Safar dan pada tahun ini jatuh pada Rabu ini, 21 September 2022. Diyakini, Rebo Wekasan adalah hari di mana bala dan kesialan diturunkan.
Soal ini sampai sekarang masih kontroversi. Sebab, pada dasarnya semua hari dalam pandangan Islam adalah baik. Tidak boleh mempercayai jika ada sebuah hari dapat menyebabkan atau menjadi sumber malapetaka. Namun untuk menjaga agar keyakinan itu tidak keluar dari ajaran Islam, sebagian ulama tetap mempraktikkan amalan-amalan tertentu dengan maksud agar semua hal tetap disandarkan kepada Allah SWT.
Ihwal Rebo Wekasan disandarkan pada riwayat yang dikutip oleh al-‘Allamah al-Syeikh al-Dairobi (w. 1151). Di dalam kitab Mujarrabat al-Dairobi, beliau mengatakan:
Jika amalan ini berasal dari seorang yang sufi dan ahl kasyf karena mempunyai derajat yang tinggi, bahwa ia menyebutkan jika pada hari Rabu di akhir bulan Safar (Rebo Wekasan) itu waktu turun 320 ribu bala untuk setahun. Maka barang siapa yang menunaikan salat sunnah empat rakaat pada hari tersebut, dengan izin Allah dia akan dijaga dari semua bala.
Mengenai hukum salat Rebo Wekasan, ulama berbeda pendapat. Namun, jika salat sunnah di hari Rebo Wekasan dilakukan, Asy-Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali Quds al-Makki menyebutkan tata canya, yaitu sebagai berikut.
1. Niat solat mutlak tanpa pengkhususan terhadap hari Rabu Wekasan
Usholli sunnatan rak’ataini lillahi ta’ala
Artinya: “Aku niat solat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”
2. Masing-masing rakaat membaca surat al-Kauthar setelah Fatihah
sebanyak 17 kali, membaca surat al-Ikhlas sebanyak 5 Kali, membaca surat al-Falaq 1 Kali, membaca surat al-Nas 1 kali
3. Kemudian membaca doa dengan dengan lafadz sebagai berikut:
Bismilahirrahmanirrahim wa shallallahu ‘ala sayidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Allahumma ya syadidal quwa wa ya syadidal mihal ya azizu zallat li ‘izzatika jami’u kholqika ikfini min jami-‘i kholqika ya muhsinu ya mujammilu ya mutafadhdhilu ya mun’imu ya mukrimu ya man la ilaha illa anta bi rahmatika ya arhamarrahimin.
Allahumma bisirril hasani wa akhihi wa jaddihi wa abihi ikfini syarra hazal yauma wa ma yanzilu fihi ya kafiyal muhimmat ya dafi-‘al baliyyat fasayakfikahumullahu wa huwas sami’ul ‘alim. Wa hasbunallahu wa ni’mal wakilu wa la hawla wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim. Wa shallallahu ta’ala ‘ala sayyidina muhammadin wa ‘ala alihi wa shohbihi wasallam.
Artinya:
"Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Semoga salawat dan salam Allah senantiasa tercurah pada junjungan kami, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Ya Allah, Tuhan Yang Maha Memiliki Kekuatan dan Keupayaan. Ya Tuhan Yang Maha Mulia dan karena kemuliaan-Mu itu, menjadi hinalah semua makhluk ciptaan-Mu, peliharalah aku dari kejahatan makhluk-Mu. Ya Tuhan Yang Maha Baik. Yang Memberi Keindahan, Keutamaan, Kenikmatan dan Kemuliaan. Ya Allah, Tiada Tuhan kecuali hanya Engkau. Kasihanilah aku dengan Rahmat-Mu, wahai Zat yang Maha Penyayang.
Ya Allah, dengan rahasia kemuliaan Sayyidina Hasan dan saudaranya, serta kakeknya dan ayahnya, ibunya dan keturunannya, jauhkan aku dari kejahatan hari ini dan kejahatan yang akan turun padanya.Wahai Zat Yang Maha Mencukupi harapan dan Menolak bala’, cukuplah Allah Yang Maha Memelihara lagi Maha Mengetahui untuk memelihara segalanya. Cukuplah Allah tempat kami bersandar, tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Dan semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya."
Tuntunan tersebut tidak ada dalam ajaran Islam, akan tetapi amalan-amalan di dalamnya selagi tidak dikhususkan untuk hari Rebo Wekasan, maka hal itu boleh sebagaimana batasan yang telah disebutkan oleh Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Makki, yang artinya:
Aku mempunyai pendapat, termasuk dari solat yang diharamkan adalah solat shafar, barangsiapa yang menginginkan untuk solat di waktu tersebut, maka berniat solat sunnah mutlak dengan sendirian tanpa dibatasi sebab dan waktu tertentu, karena solat mutlak adalah solat yang tidak dibatasi oleh waktu dan sebab tertentu, serta tidak ada batas rakaatnya.
Disarikan dari Syeikh Abdul Hamid bin Muhammad Quds al-Makki, Kanz al-Najah wa as-Surur, (Bairut: Dar al-Hawi, 2009), hlm, 90-96.
Penulis: Ahmad Fatoni, alumnus Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, dan mahasiswa S2 Ilmu Al-Qur'an Tafsir UIN Surabaya.