Kasus Penganiayaan Siswa di SMPN 2 Kota Mojokerto Berakhir Damai, Korban Pindah Sekolah

Orang tua korban dan terlapor bersalaman setelah proses mediasi
Sumber :
  • M. Lutfi Hermansyah/ Viva Jatim

Mojokerto, VIVA Jatim - Kasus penganiayaan seorang siswa oleh 2 temannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Kota Mojokerto berakhir damai. Namun, korban terpaksa pindah sekolah

Pebisinis Ban Mojokerto Dituntut 4 Tahun Penjara di Kasus Penggelapan Rp 12 Miliar

Proses perdamaian  dilakukan melalui mediasi yang digelar di Polres Mojokerto Kota pada Rabu, 7 Februari 2024. Mediasi tersebut dihadiri orang tua korban dan 2 terlopor, kuasa hukum korban, perwakilan pihak sekolah, dan penyidik Satreskrim Polres Mojokerto Kota. Kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan tanpa melibatkan proses hukum lebih lanjut.

Kuasa hukum korban Christian Yudha mengatakan, alasan mendasar perdamaian ini karena orang tua korban mempertimbangkan usia terlapor masih dibawah umur. Selain itu, orang tua terlapor telah meminta maaf secara langsung. 

Ribuan Personel Gabungan Siap Amankan TPS Pilkada Mojokerto

“Pertimbangan orang tua korban, pertama karena dia menerima kalau itu masalah anak sehingga perlu dimaafkan,” katanya kepada VIVA Jatim, Rabu, 7 Februari 2024. 

Pertimbangan kedua, lanjut Yudha, orang tua korban memilih memindahkan sekolah  karena khawatir trauma psikologis anaknya berbekas atas kejadian ini. “Dia (korban) trauma untuk bertemu pelaku sehingga tidak mau sekolah disitu. Solusinya pindah sekolah,” ungkapnya. 

Aksi Kejar-kejaran Polisi Vs Pengemudi L 300 di Mojokerto, Barang Bukti Narkoba Diamankan

Meski sepakat berdamai, orang tua korban meminta kompensasi sebagai bentuk pertanggungjawaban. Yakni, bersedia memfasilitasi pendampingan psikologis guna pemulihan trauma dan perpindahan sekolah bagi korban. Untuk perpindahan sekolah, menurut Yudha, juga dibantu oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Mojokerto. 

“Dinas pendidikan memfasilitasi mutasi sekolah ke SMP katolik. Disitu kan smp swasta, dia dibebaskan dari uang gedung dan seragam sekolah, untuk SPP-nya dikasih yang paling rendah,” terang Yudha. 

Atas upaya perdamaian ini, kata dia, juga sudah mencabut surat pengaduan dan tidak keberatan atas tindakan yang dilakukan RM dan ED, dua terlapor dalam kasus ini. 

“Tadi  laporan pengaduan masyarakat sudah dicabut. Artinya secara hukum sudah selesai karena ada perdamaian,” pungkas Yudha. 

Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polres Mojokerto Kota AKP Rudy Zaeni membenarkan kasus tersebut telah dilakukan perdamaian dan pencabutan laporan. 

“Betul,  sudah ada pencabutan dan diselesaikan secara kekeluargaan,” jawabnya. 

Sebelumnya, seorang siswa kelas VII SMPN 2 Kota Mojokerto dianiaya 2 teman seangkatannya di sekolah tersebut pada jam istirahat kedua, Kamis, 25 Januari 2014 sekitar pukul 12.00 WIB. 

Remaja berusia 12 tahun itu dipukuli dan ditendang perutnya, disikut pelipis kanannnya, serta dipukuli tengkuk atau kepala belakangnya. Saat itu, korban juga dikerumuni sekitar 20 siswa lebih anggota kelompok yang mengatasnamakan Murid Teladan (MTD. 

Intimidasi kelompok MTD membuat korban tak berani cerita kepada orang tuanya. Orang tua korban justru mengetahui penganiayaan tersebut dari ibu teman korban pada Jumat, 26 Januari 2024 malam. Hari itu juga, ayah korban, DN (38) melaporkan RM dan ED ke Polres Mojokerto Kota. Mereka berharap kasus serupa tidak terulang di SMPN 2 Kota Mojokerto.

Kasus ini mendapat atensi dari Pemerintah Kota Mojokerto. Setelah kasus mencuat, PJ Wali Kota Mojokerto Ali Kuncor memanggil korban dan 2 terlapor bersama kedua orang tuaya. Ia menggali keterangan dari semua pihak untuk mengeluarkan sejumlah kebijakan tegas.

Hasilnya, Ali memberikan instruksi kepada Kepala Dinas Pendidikan Kota Mojokerto. Ia meminta semua anak yang terlibat dalam kasus penganiayaan agar dikumpulkan. Termasuk sekitar 20 anak yang mengerumuni korban.

Selain itu, Ali juga meminta Kepala SMPN 2 Kota Mojokerto mengumpulkan anak-anak yang terlibat beserta orang tuanya untuk membuat surat pernyataan. Isi surat pernyataan itu antara lain, mereka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, para orang tua berkomitmen mendidik anaknya masing-masing, begitu juga dengan kepala sekolah.