Sempat Ricuh, Aksi Kawal Putusan MK di Gedung DPRD Jatim Berlangsung Panas

Demo kawal putusan MK di DPRD Jatim sempat ricuh.
Sumber :
  • Mokhamad Dofir/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Kericuhan sempat mewarnai demonstrasi yang digelar ribuan mahasiswa yang menyerukan kawal putusan MK di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur di Jalan Indrapura, Surabaya, Jumat, 23 Agustus 2024.

DPRD Jatim Minta SMK Tak Pakai Sistem Zonasi

Kericuhan berawal dari lemparan botol air mineral dari kerumunan massa unjuk rasa ke arah petugas kepolisian yang berjaga di balik kawat berduri depan gedung DPRD Jatim sekitar pukul 14.00 WIB. 

Beberapa peserta aksi terlibat adu dorong dengan aparat kepolisian. Untungnya, orator dari atas mobil komando bisa melerai sehingga kericuhan untuk sementara dapat diredam. "Jangan terprovokasi, jangan terprovokasi," teriak pemimpin aksi.

DPRD Jatim Dorong Destinasi Pariwisata Dioptimalkan

Diduga, kericuhan terjadi akibat tuntutan massa untuk menemui pimpinan DPRD Jatim tidak kunjung dipenuhi. "Kami sudah tiga jam lebih di sini, tapi pimpinan DPRD tak ada yang menemui kami," teriak pimpinan aksi.

Unjuk rasa digelar mahasiswa dari berbagai elemen itu dilakukan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi dan menolak Revisi Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) yang dibahas di DPR RI. Hingga berita ini selesai ditulis, demonstrasi masih berlangsung.

Jaga Kemurnian Hasil Pilkada 2024, DPRD Jatim: ASN Tak Netral Harus Ditindak

 

 

Demo kawal putusan MK di gedung DPRD Jatim di Surabaya.

Photo :
  • Mokhamad Dofir/Viva Jatim

 

 

Seperti diketahui, pembahasan RUU Pilkada oleh Baleg DPR RI pada Rabu, 21 Agustus 2024, diprotes publik karena sepakat mengubah putusan Mahkamah Konstitusu (MK) yang diketok sehari sebelumnya, Selasa, 20 Agustus 2024. Poin yang diubah terkait ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik.

Semula, dalam putusannya MK menurunkan prosesntase ambang batas pencalonan bagi parpol yang memperoleh kursi di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, dari semula minimal 20 persen. Namun, DPR menyepakati bahwa putusan MK tersebut hanya berlaku untuk parpol nonparlemen. Segera setelah itu protes berdatangan dari seluruh daerah di negeri ini.

Tidak hanya di dunia maya, di dunia nyata, sejumlam massa dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi penolakan terhadap kesepakatan Baleg DPR RI soal RUU Pilkada tersebut. DPR dinilai masyarakat berupaya mengebiri demokrasi dan hanya memihak golongan tertentu. Akibatnya, RUU Pilkada yang sejatinya diparipurnakan untuk disahkan pada Kamis, 22 Agustus 2024, batal digelar dan ditunda.

Secara tidak langsung, protes publik itu menguntungkan beberapa partai yang jika mengacu pada kesepakatan Baleg DPR tidak bisa mengusung paslon sendiri. Contohnya PDIP untuk pilkada di DKI Jakarta dan Jawa Timur. Setelah RUU Pilkada batal disahkan dan tetap menggunakan putusan MK, PDIP bisa mengusung calon sendiri di Pilgub DKI Jakarta dan Pilgub Jatim.

Karena itu, di Jawa Timur, PDIP Jatim sampai-sampai menyampaikan terima kasih kepada rakyat yang memprotes RUU Pilkada. Namun, masyarakat menegaskan bahwa demonstrasi digelar bukan untuk kepentingan partai tertentu, tapi murni untuk berjalannya demokrasi yang sehat di Indonesia.