MUI Trenggalek Beri Rekomendasi Pencegahan Pelecehan Seksual di Lembaga Pendidikan
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Trenggalek, VIVA Jatim –Selama beberapa bulan terakhir, dua kasus pelecehan seksual di Kabupaten Trenggalek telah menyita perhatian berbagai pihak. Menanggapi hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Trenggalek, melalui Komisi Fatwa, memberikan rekomendasi kepada seluruh pemangku kepentingan untuk mencegah agar kejadian serupa tidak terulang.
Ketua Komisi Fatwa MUI Trenggalek, KH Zahro Wardi, mengungkapkan bahwa Kementerian Agama diharapkan dapat memberlakukan syarat-syarat pendirian lembaga pendidikan agama, termasuk pondok pesantren, dengan tegas dan ketat.
Langkah ini diperlukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh peserta didik serta membangun lingkungan pendidikan yang bebas dari ancaman pelecehan.
"Diantaranya tentang kompetensi atau kualifikasi seorang pendiri, pengasuh, ustadz atau sebutan lain sebagai syarat pendirian dan penerbitan izin operasional," ujar KH Zahro Wardi dalam keterangannya, Selasa, 12 November 2024.
Kemudian meminta pemerintah supaya mensosialisasikan UU, PMA (Peraturan Mentcri Agama) dan Regulasi lainnya yang ditangani bersama-sama oleh DINSOS P3A (Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Kementerian Agama, KPAI, dan instansi lainnya
Yaitu seputar Perlindungan Anak yang mencakup ketentuan terkait perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan dan Pencegahan, serta Penanganan kekerasan seksual di semua Lembaga Pendidikan baik formal maupun non formal, pendidikan umum maupun agama.
"Apabila diperlukan bisa masuk kurikulum wajib di Lembaga Pendidikan," ujarnya.
Gus Zahro sapaan akrabnya ini menambahkan agar pemerintah membuat peraturan khusus tentang jaminan keamanan di Lembaga Pendidikan. Bisa dengan mewajibkan ketersediaan Closed-Circuit Television (CCTV) di titik rawan lingkungan pendidikan.
"Hal ini dilakukan supaya membantu pencegahan tindak kekerasan, pengawasan dan petunjuk alat bukti bila hal dimaksud terjadi," bebernya.
Alumnus Pondok Pesantren Lirboyo Kediri inu menegaskan bagi penegak hukum agar tidak ragu-ragu dalam memproses dan mengadili secara maksimal dengan pemberatan sesuai UU yang berlaku bila terbukti. Hal tersebut sebagai cara efek jera bagi pelaku lain yang belum terungkap maupun akan melakukan.
"Karena ada pendidik yang melakukan kekerasan seksual dan perundungan terhadap anak, apalagi terhadap anak didiknya," tambahnya.
Gus Zahro mengungkapkan agar Kemenag juga tidak ragu-ragu dalam mencabut izin operasional atau Penyelenggaraan Lembaga Pendidikan yang terbukti melakukan.
Sementara, rekomendasi Komisi Fatwa MUI Trenggalek kepada KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) supaya melakukan skrining terhadap kekerasan dan perundungan di lembaga pendidikan. Serta meningkatkan upaya-upaya perlindungan terhadap anak bekerjasama dengan pemerintah.
"Pun juga berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang menangani perlindungan, pencegahan, dan penanganan kekerasan anak. Supaya stakeholder bisa memberi bantuan, pendampingan hukum dan pemulihan psikis korban kekerasan dan perundungan," paparnya.
Kiai muda Dosen Pascasarjana Tribakti Kediri ini mengungkapkan untuk lembaga atau satuan Pendidikan supaya mentaati dan menjalankan semua UU, PMA dan Regualasi lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.
Termasuk tentang perlindungan anak yang mencakup ketentuan terkait perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan dan Pencegahan serta Penanganan kekerasan seksual.
"Serta melakukan upaya-upaya preventif dilingkungan pendidikan terhadap terjadinya perbuatan kekerasan seksual dan perundungan," bebernya.
Gus Zahro mencontohkan seperti membuat aturan etika berpakaian, pembatasan penggunaan HP, penataan interaksi siswa laki-laki dan perempuan, pengawasan Ospek yang mengarah perpeloncoan, menghapus hegemoni siswa Senior terhadap yunior, dan lain-lain.