Pakar Hukum Unisla Kritisi Wacana Penggabungan Polri ke TNI: Bertentangan dengan Sistem
- Imron Saputra/Viva Jatim
Lamongan, VIVA Jatim –Wacana mengenai penggabungan Polri ke TNI atau Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang belakangan ini ramai dibicarakan di kalangan politisi Senayan, menuai beragam tanggapan dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Ayu Dian Ningtias, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Lamongan (Unisla), yang menilai wacana tersebut tidak tepat dan bertentangan dengan perspektif hukum pidana.
Menurut Ayu, penggabungan Polri ke TNI atau Kemendagri tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pidana, khususnya dalam konteks Sistem Peradilan Pidana (SPP). Ayu menjelaskan bahwa Polri memiliki kedudukan yang jelas dalam sistem peradilan pidana sebagai bagian yang integral, dengan peran yang spesifik dalam penegakan hukum di Indonesia.
"Polri di Indonesia sudah memiliki status yang jelas, yaitu sebagai lembaga yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Sebagai alat negara, Polri memiliki peran utama dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat demi menjaga keamanan dalam negeri," ungkap Ayu, Minggu 1 Desember 2024.
Lebih lanjut, Ayu menekankan pentingnya independensi Polri sebagai aparat penegak hukum atau law enforcement officer. Hal ini juga sejalan dengan perubahan paradigma dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang menegaskan pemisahan antara TNI dan Polri sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
"Memang pada awal mulanya, polri adalah bagian dari ABRI, namun, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002, polri sudah tidak lagi menjadi bagian dari ABRI," kata Ayu, Minggu 1 Desember 2024.
Ayu menerangkan, polisi adalah komponen dari sistem peradilan pidana yang lebih besar yang beroperasi melawan kriminalitas.