Segelintir Rahasia Kewalian Gus Dur: Silaturrahim dan Silatul Arwah

KH Abdurrahman Wahid, Presiden RI Ke-4
Sumber :
  • Istimewa

Jatim – Tepat pada 30 Desember 2009 silam, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur wafat. Di penghujung tahun 2022 kemarin, warga NU, Gusdurian, dan sejumlah kelompok pecinta Gus Dur memperingati Haulnya yang ke-13. 

Pancing Amarah Warga Madura, 3 Konten Kreator Film Guru Tugas Ditangkap Polisi

Selama ini Gus Dur dikenal sebagai sosok yang multifungsi. Hingga ragam gelar disandangkan kepada Presiden Republik Indonesia yang ke-4 itu. Mulai dari Guru Bangsa, Bapak Pluralisme, Pejuang Kemanusiaan, bahkan sang politikus ulung yang senantiasa membela kebenaran. 

Wakil Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Gapura, M Khalqi Kr mengatakan bahwa di segala sektor kehidupan pastilah ada peran dari cucu pendiri Nahdlatul Ulama, Hadraussyeikh KH Muhammad Hasyim Asyari. Baik itu pendidikan, agama, sosial-budaya, maupun politik kebangsaan.

Momen Bersejarah, Pesantren Pertama NU Diresmikan di Jepang oleh Dubes RI

“Bagi saya Gus Dur tidak ada duanya. Sebagai salah seorang yang pernah dan bahkan mungkin juga sering bertemu langsung dengan Gus Dur, baik itu di Kantor PBNU atau di tempat lain, saya selalu menemukan pribadi yang luar biasa pada diri Gus Dur,” ungkapnya saat menyampaikan materi pada acara Haul Gus Dur ke-13 yang diselenggarakan oleh Lesbumi NU, KPNU Gapura dan Gusdurian Sumenep, di Aula MWCNU setempat pada 31 Desember 2022. 

Lantas ia menyebut bahwa sejak Gus Dur masih hidup, banyak kalangan yang mengalami, merasakan dan menyaksikan secara langsung bukti kewaliannya. Sebagai seorang kiai yang alim dan luas ilmunya, Gus Dur mampu diterima oleh semua kalangan yang tidak hanya terbatas di komunitas agama Islam saja, apalagi NU. 

Pemkot Surabaya Gandeng Kampus NU Unusa Kelola Bozem dan Taman di Tenggilis

Sedangkan Gus Dur sebagai seorang tokoh politik, tepatnya sebagai Presiden RI kala itu, tampil sebagai sosok teladan yang tidak pernah mau tunduk kepada siapapun yang menghalangi tercapainya cita-cita luhur bangsa. Termasuk tunduk dan berkompromi dengan partai politik. 

“Itulah yang menyebabkan Gus Dur lengser dari jabatannya sebagia Presiden RI. Ia sengaja dilengserkan karena tidak mau berkompromi dengan partai politik. Di sinilah keistimewaan beliau, ia menerima meski harus dilengserkan bahkan menghalangi pasukan yang siap membela mati Gus Dur untuk mempertahankan jabatan Presiden itu. Sebab bagi Gus Dur tak ada jabatan yang perlu dibela mati-matian, apalagi jika sampai terjadi pertumpahan darah,” tegasnya. 

Menurut Khalqi, ada dua hal yang menurut kesaksiannya merupakan keistimewaan Gus Dur yang jarang ditemukan pada diri orang lain. Yakni keistikamahannya dalam bersilaturrahim dan silatul arwah atau ziarah ke makam-makam para pendahulu.

“Gus Dur ini memang sudah biasa silaturrahim ke mana-mana. Dan di saat itu juga ia pasti menyempatkan diri silatul arwah atau ziarah ke makam-makam. Dan hingga beliau jadi Presiden pun kebiasaan ini tidak pernah ditinggalkan,” tambahnya. 

Rezim Soeharto pada masa orde baru adalah yang paling ditantang oleh Gus Dur. Presiden Soeharto yang saat itu sering membuat kebijakan-kebijakan yang timpang dan menindas rakyat, Gus Dur hadir sebagai orang yang paling menantang keras. Namun justru, kata Khalqi, saat Soeharto sakit, Gus Dur lah yang pertama kali menjenguk. 

“Gus Dur mengajarkan kepada kita bahwa kepada siapapun silaturrahim harus tetap dijaga. Perbedaan jalan dan pandangan boleh saja berbeda dan bahkan saling mengkritisi, tetapi jangan sampai memutus tali silaturrahim sebagai sesama manusia. Kepada yang katanya menjadi musuh, Gus Dur ternyata masih menyambung silaturrahim, apalagi yang bukan musuh,” jelasnya. 

Ziarah kubur atau silatul arwah yang dilakukan Gus Dur, kata Khalqi berbeda dengan ziarah pada umumnya yang banyak dilakukan orang. Bila kebanyakan orang berziarah dengan berdoa, membaca tahlil, ngaji Al-Quran. Namun Gus Dur malah berbincang-bincang dengan orang yang ada di dalam kuburan itu. 

“Kalau Gus Dur silatul arwah itu tidak kayak biasanya. Biasanya kan kalo ziarah itu membaca tahlil, berdoa dan sebagainya. Tapi Gus Dur ini malah ngobrol dengan yang di dalam kuburan. Beliau ternyata masih bersambung dengan orang yang sudah meninggal,” ujarnya. 

Ia pun berharap agar dua hal yang menjadi kebiasaan Gus Dur ini, silaturrahim dan silatul arwah tetap dipertahankan oleh Nahdlatul Ulama sampai kapan pun. Sebab dua hal tersebut ternyata menjadi salah satu sebab kenapa Nahdlatul Ulama hingga kini masih belum mati-mati meski bertubi-tubi diancam dan ditindas oleh kelompok-kelompok lain. 

“Sebagai orang NU, dua kekuatan ini jangan sampai ditinggalkan. Ini sekaligus menjadi jawaban mengapa NU tidak pernah mati-mati. Ya karena dua hal itu,” pungkasnya.