Babak Baru Gugatan OCBC NISP Terhadap Konglomerat Susilo Wonowidjojo

Sidang gugatan OCBC ke konglomerat Susilo Wonowidjojo di PN Sidoarjo.
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Jatim – Sidang perkara gugatan Bank OCBC NISP terhadap konglomerat yang masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes, Susilo Wonowidjojo, terkait kredit macet senilai Rp232 miliar atas utang PT Hair Star Indonesia (HSI) di Pengadilan Negeri Sidoarjo memasuki babak baru. Para pihak menjalani mediasi untuk menyelesaikan sengketa melalui perundingan. 

Lawan Konglomerat Susilo Wonowidjojo, Bank OCBC NISP Optimis Menang

Keputusan mediasi ditetapkan Majelis Hakim PN Sidoarjo pada Rabu kemarin. Dalam hukum acara perdata, mediasi adalah proses yang membuka ruang bagi penggugat dan para tergugat untuk mengupayakan penyelesaian sengketa dengan perdamaian. Bila tidak ditemukan kata sepakat, maka sidang berlanjut pada agenda jawaban dari para tergugat. 

Dalam sidang, penggugat dan para tergugat sepakat menjalani proses mediasi. Para pihak menyerahkan ke Majelis Hakim untuk menentukan mediatornya. Hakim lantas menunjuk hakim PN Sidoarjo, R.A Didi Ismiatun sebagai mediator. Mediasi pertama akan digelar pada 29 Maret 2023 di PN Sidoarjo.

OCBC NISP Vs Konglomerat Susilo Gagal Damai di Pengadilan, Ini Alasannya

Dalam tahap ini, para pihak diminta menghadirkan masing-masing prinsipal secara langsung. Termasuk para pihak perorangan yang diminta menghadirkan Susilo Wonowidjojo selaku Tergugat 1, Hadi Kristanto Niti Santoso selaku Tergugat 2, Linda Nitisantoso selaku Tergugat 5, Lianawati Setyo selaku Tergugat 6, dan tergugat lainnya.

“Keputusan untuk melakukan mediasi ini sesusai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata dan Perma No 1 Tahun 2016 tentang Mediasi, yakni melakukan perundingan untuk memperoleh kesepakatan penyelesaian yang difasilitasi oleh mediator,” kata kuasa hukum Bank OCBC NISP, Hasbi Setiawan, dikutip Jumat Viva Jatim, Jumat 16 Maret 2023.

OCBC NISP Buka Peluang Damai ke Konglomerat Susilo Wonowidjojo

Dalam gugatan, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk menghukum para tergugat yang menyebabkan kredit macet dengan harta kekayaan pribadinya berupa kerugian materiil sebesar kurang lebih US$16,50 juta dan immateriil sebesar Rp1 triliun. 

Hasbi menjelaskan beberapa unsur yang menjadikan para tergugat dianggap melanggar. Pertama, PT HSI untuk pertama kali pada Juni 2021 terlambat membayar kredit kepada Bank OCBC NISP dengan senilai US$16,50 juta, meski berdasarkan laporan keuangannya, perusahaan pembuat rambut palsu atau wig asal Sidoarjo itu mencatatkan laba signifikan dari periode tahun 2015-2020. 

Kedua, berdasarkan informasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Surabaya, terdapat informasi bahwa PT HSI telah diajukan permohonan PKPU oleh CV Duta Prima tertanggal 15 Juni 2021 dengan perkara Nomor 57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby. Adapun utang HSI kepada CV Duta Prima sebesar Rp340.250.000. Sebelum diajukan PKPU, PT HSI tidak pernah sama sekali lalai dalam membayar utangnya terlihat dari laporan Kartu Fasilitas Rekap periode 1 Januari 2021-31 Desember 2021.

Ketiga, terjadi perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris PT HSI yang tidak pernah diberitahukan dan tidak disetujui oleh Bank OCBC NISP. Pada awal Juli 2021, PT HSI baru menginformasikan kepada Bank OCBC NISP bahwa PT Hari Mahardika Usaha (HMU) atau Tergugat 2 yang 99,99 persen sahamnya dimiliki oleh Susilo Wonowidjojo telah menjual seluruh kepemilikan saham di PT HSI kepada Tergugat 4 (Hadi Kristanto Niti Santoso).

“Perubahan susunan pemegang saham, direksi dan komisaris di PT HSI tanpa adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Bank OCBC NISP, merupakan bukti para Tergugat dan Turut Tergugat telah melanggar perjanjian pinjaman yang dibuat pada 1 Agustus 2016,” kata Hasbi.

Pasca perubahan susunan pemegang saham di PT HSI, yakni keluarnya PT HMU yang dimiliki Susilo Wonowidjojo, Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan PKPU oleh CV Duta Prima pada 21 Juli 2021 dan pada 27 September 2021 PT HIS dinyatakan pailit.

Nah, Hasbi menuturkan, kliennya meminta majelis hakim untuk mencermati transaksi penjualan saham HMU di HSI kepada Hadi Kristanto Niti Santoso. Selain pihak terafiliasi, penjualan saham yang dilakukan sesaat sebelum adanya gugatan PKPU di Pengadilan Negeri Surabaya oleh CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya yang akhirnya berujung pailit terhadap HSI, sangat menguntungkan HMU. 

“Sangat tidak masuk akal ketika Bank OCBC NISP baru saja memperpanjang kredit senilai Rp232 miliar, tiba-tiba kreditur dengan tagihan hanya Rp340.250.000 bisa memailitkan perusahaan dengan total kredit ke banyak bank lebih dari Rp1 triliun. Ini merusak kepercayaan bank kepada para debitur,” kata Hasbi.