Samakan Tembakau dan Narkotika, DPR: Diskriminatif dan Tidak Berpihak pada Rakyat

Ilustrasi panen tembakau petani Indonesia
Sumber :
  • Viva

Jatim – Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan yang disusun dengan metode omnibus law menyejajarkan tembakau dengan Narkotika. Atas pasal tersebut, sejumlah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolaknya. Mereka menganggap terlalu berlebihan, menyesatkan, dan menimbulkan ketidakadilan.

Gerindra Berharap Usai Putusan MK Kondisi Ekonomi Bangsa Membaik

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muslich Zainal Abidin berpendapat bahwa, perbedaan antara rokok dengan narkotika dan psikotropika bahkan sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi lewat tiga putusan yakni nomor 6/PUU-VII/2009, 34/PUU-VIII/2010, dan 71/PUU-XI/2013.

“Menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika itu sangat tidak tepat dan sebuah penyesatan karena adiksi yang terdapat pada tembakau tidak sama dengan narkotika dan psikotropika,” katanya, dikutip Minggu, 21 Mei 2023.

Dissenting Opinion Kali Pertama dalam Sejarah MK, Hampir Pemilu Ulang!

Ikut menanggapi, Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Vita Ervina yang menyebut tembakau merupakan tanaman legal yang peredaran dan produksinya sah secara hukum.

Ia juga beralasan bahwa nikotin dalam tembakau sama seperti kafein yang terdapat dalam kopi, teh, dan minuman energi. Oleh karena itu, tidak seharusnya tembakau dan hasil olahannya diletakkan atau didefinisikan sejajar dalam pasal yang sama dengan narkotika dan psikotropika.

Sengketa Pilpres di MK Selesai, Prabowo: Lakukan Persiapan Hadapi Masa Depan

“Zat adiktif pada rokok tidak sebanding dengan zat adiktif yang terdapat pada narkotika seperti morfin, heroin, kokain dan ganja. Sangat berbahaya jika disamakan dengan narkotika,” ujarnya.

Penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika di Omnibus Law Kesehatan terdapat pada pasal 154. Pasal ini akan mengatur terkait produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif yakni tembakau, narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Menurut Vita, pasal yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika cenderung diskriminatif, tidak menunjukkan keberpihakan kepada rakyat, bahkan berpotensi menimbulkan kriminalisasi bagi petani, pekerja, buruh, konsumen atau seluruh ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).  

Pelolosan pasal ini akan sama dengan memberi predikat buruk bahwa petani tembakau sama dengan petani ganja. Padahal, pertanian tembakau merupakan salah satu sektor penggerak perekonomian dari bawah.  

“Saya meminta pasal tembakau untuk dihilangkan, karena sudah ada aturannya. Aturan yang ada saja sudah ketat, tinggal ditegakkan saja PP yang sudah ada,” tegasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar M. Yahya Zaini bahkan mengaku akan berupaya mengeluarkan pasal terkait tembakau ini dari RUU Kesehatan atau setidaknya membatalkan penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika. 

”Industri tembakau banyak membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” tegasnya.

Sedangkan, Anggota Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo menilai, penyetaraan tembakau dengan narkotika dan psikotropika akan mengeliminasi industri hasil tembakau sekaligus merenggut nafkah hidup para pekerjanya. Ketentuan tersebut, lanjtu dia, harus dihapus karena tidak memenuhi rasa keadilan.

“Tembakau ini merupakan produk yang legal. Saya sebagai wakil rakyat yang notabene di wilayah saya banyak industri dan petani tembakau, saya punya kewajiban untuk menyampaikan kepada negara dan pemerintah agar ketentuan tersebut dihapus,” ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di viva.co.id berjudul "Sederet Anggota DPR yang Tak Setuju Tembakau Disejajarkan Narkoba di RUU Kesehatanhttps://www.viva.co.id/berita/nasional/1602101-sederet-anggota-dpr-yang-tak-setuju-tembakau-disejajarkan-narkoba-di-ruu-kesehatan?page=3