8 Kesepakatan dalam Silaturrahim Ganjar Pranowo dengan Masyayikh Se Indonesia
- Istimewa
Rembang, VIVA Jatim – Ganjar Pranowo hadir dalam silaturrahim bersama masyayikh se Indonesia di Pondok Pesantren Al Anwar, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, pada Rabu, 19 Juli 2023 lalu. Silaturrahim tersebut menghasilkan setidaknya delapan kesepakatan
Kegiatan itu dihadiri ulama kharismatik se-Indonesia. Di antaranya KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Hasan Mulahela Purworejo, KH Ali Qoisor Watucongol, KH Chalwani Purworejo, KH Machin Chuldhori Tegalrejo, KH Chamzah Hasan Banjarnegara, Pimpinan Ponpes Al Muayyad Solo KH Karim, dan KH Chubab Ibrahim Sayung.
Lalu KH Abdulloh Ubab MZ Rembang, KH Abdul Ghofur MZ Rembang, KH Abdur Rouf MZ Rembang, KH Ahmad Wafi MZ Rembang, KH Zuhrul Anam Rembang, KH Mohamad Idror MZ Rembang, KH Rosyid Ubab MZ Rembang, dan Agus Muhammad Majid Kamil Rembang.
Kemudian KH Said Abdur Rohim Rembang, KH Roghib Rembang, KH Fatkhhur Rohman Rembang, KH Rosikh Roghibu Rembang, KH Faishol Zaini Rembang, KH Zaki Faqih Rembang, KH Muslich Rembang, KH Ahmad Muad Thohir Pati, KH Habibul Huda Grobogan.
Pada kesempatan itu, Ganjar menyampaikan silaturahmi umara dengan Masyayikh itu untuk berdiskusi terkait banyak hal dan juga meminta masukan-masukan ihwal menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Terima kasih ini silaturahmi dengan para Masyayikh, Habaib di Sarang kita diskusi soal bagaimana membangun kebersamaan, membangun bangsa dan negara," katanya dikutip VIVA Jatim, Jumat, 21 Juli 2023.
Dia menambahkan, pertemuan dengan para ulama menjadi penting dan dibutuhkan untuk kepentingan bangsa. Pasalnya, di tengah keberagaman dan kemajemukan masyarakat yang ada di Tanah Air, menumbuhkan sikap toleransi dan kerukunan antar umar harus terus ditingkatkan kepada seluruh masyarakat.
Sehingga Ganjar mengaku mendapatkan banyak usulan setelah silaturahmi dan berdiskusi dengan para ulama. ”Saya mendapatkan banyak masukan dan beberapa di antaranya mengusulkan agar pertemuan semacam ini terus dilakukan, tentu saya menerima dengan baik," kata Ganjar.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin, selaku putra dari KH Maimoen Zubair yang menjadi pendiri Ponpes Al Anwar, menjelaskan perihal silaturahmi Masyayikh. Dia mengatakan, silaturahmi Ganjar dengan Masyaikh untuk saling bertukar pikiran antara umara dengan ulama.
Pertemuan yang dipimpin KH Muhammad Idror Maimoen atau Gus Idror, putra bungsu Mbah Moen itu, Ganjar dan ulama se-Indonesia itu menyepakati dan memutuskan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, prestasi yang telah dilakakukan oleh Jawa Tengah dan beberapa terobosan kebersamaan nasionalis religius hendaknya dapat dilajutkan dengan skala yang lebih luas, khususnya dalam memaksimalkan pengelolaan dan penghimpunan zakat melalui Baznas.
Kedua, mempermudah akses komunikasi dari warga langsung ke pemerintah, hendaknya dapat diteruskan dan diperluas hingga skala nasional.
Ketiga, terkait dengan program pembangunan IKN yang ada di Kalimantan, diharapkan tidak hanya pembangunan infrastuktur saja, namun juga pembangunan keagamaan, agar IKN benar-benar siap dan tidak ada ketimpangan sosial ekonomi dan budaya di masa depan.
Keempat, mendorong pemerintah segera mengaplikasikan dan menjalankan Undang-Undang Pesantren dan juga peningkatan guru ngaji, imam masjid, atau mushola seperti yang telah dilakukan di Jawa Tengah, sehingga program ini menjadi program nasional, termasuk di dalamnya megupayakan kesehatan di lingkungan pesantren.
Kelima, kebersamaan ulama dan umara harus terus dilakukan, pertemuan ini diharapkan menjadi tonggak awal munculnya Jam’iyyah masyayikh yang bisa membarengi pemerintah demi keberlangsungan dan kedamaian bangsa.
Keenam, untuk daerah Papua, serta beberapa daerah-daerah baru berkembang dimohon program keagamaan yang telah berjalan atau berkembang jangan sampai dimundurkan kembali. Selain itu, hendaknya ada pemerataan lulusan pesantren yang difasilitasi oleh pemerintah, sehingga alumni pesantren dapat mengamalkan ilmunya dan mampu menjangkau daerah pelosok seperti Papua.
Ketujuh, mengenai masalah radikalisme, hendaknya pemerintah lebih serius dalam mengatasinya, karena hal itu mencoreng wajah Islam, khususnya di daerah-daerah rawan konflik.
Kedelapan, pemerintah harus melibatkan tiga unsur sebelum mengeluarkan kebijakan, yakni unsur pemerintahan, keagamaan, dan adat istiadat setempat.