Gelar FGD, Cangkir Opini Ajak Pemuda Wujudkan Pemilu 2024 Penuh Kedamaian
- Viva.co.id
Malang, VIVA Jatim- Kelompok Cangkir Opini, di Kabupaten Malang Jawa Timur menggelar Focus Grup Disccusion (FGD) bertajuk “Mewujudkan Politik Harmoni menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai”.
FGD ini diharapkan bisa mewujudkan Pemilu 2024 yang sejuk dan damai, terlebih di dalam upaya memahamkan anak muda tentang gambaran potensi konflik di pemilu terutama bahaya politik identitas.
Sejumlah mahasiswa, organisasi kepemudaan hingga partai politik di Malang Raya, hadir. Menghadirkan pemateri yakni Ilhamzada yang merupakan influencer Muhammadiyah dan juga jurnalis senior. Juga sebagai pemateri yakni Wahyudi Winarjo sebagai pengamat politik. Acara dipandu oleh Yogi Syahputra Al Idrus selaku host.
Kegiatan ini diharapkan agar anak muda terutama bisa lebih bijak dalam merespon berbagai isu politik. Apalagi momentum Pemilu 2024 yang didalamnya ada pilpres dan pileg, sudah semakin dekat. Ilhamzada meliaht dari sudut media sosial. Dimana medsos memiliki peran yang masif untuk mengarahkan persepsi masyarakat. Termasuk persepsi dalam menentukan pilihan politiknya.
“Pada tahun-tahun sebelum media sosial masif seperti saat ini, informasi melalui media maindstrem terlebih dahulu dipilah oleh dapur redaksi. Sehingga, saat informasi tersebut sampai di masyarakat dapat menjadi lebih objektif. Lalu, hal ini dapat membuat masyarakat dapat lebih banyak referensi untuk menentukan Presiden dan pasangannya nanti, dan tidak hanya melalui sebatas kacamata politik identitas yang marak di Indonesia,” jelas Ilhamzada, yang juga alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.
Ditegaskan oleh Ilham, masyarakat jangan sampai terbawa oleh politik identitas di Pemilu 2024 nanti. Apalagi kalau sampai masalah agama dan ras diikut sertakan. Sebab menurutnya, isu agama dan ras ini bisa saja digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjadi komoditas politik.
Pengamat politik Wahyudi Winarjo, menyoroti budaya politik. Jelas dia, politik identitas tidak sepenuhnya buruk. Karena sebelumnya digunakan untuk memperjuangkan kelompok minoritas yang tertindas dalam sebuah tatanan masyarakat.