Pakar Ungkap Risiko Anies Baswedan dan Cak Imin Duet di Pilpres 2024

Anies dan Cak Imin di Monumen Insiden Hotel Yamato Surabaya.
Sumber :
  • A Toriq A/Viva Jatim

Surabaya, VIVA JatimPakar politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mochtar W Oetomo, berpendapat bahwa keputusan Ketua Umum PKB A Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjadi bakal cawapres mendampingi Anies Baswedan bakal berpengaruh pada arah suara warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin di Jawa Timur. Alih-alih mendukung, Langkah Cak Imin maupun Anies sama-sama berisiko ditinggalkan pendukung fanatik mereka.

Pergi Haji Dulu dan Sekarang, dari Masa Kapal Layar hingga Pesawat Terbang

Ada beberapa alasan yang mendasari Mochtar berpendapat seperti itu. Pertama, dalam konteks pemilihan presiden (pilpres), faktor yang dijadikan acuan oleh pemilih ialah ketokohan daripada capres-cawapres. Begitu pula di Jatim yang merupakan basis Nahdliyin. Berdasarkan hasil survei, sejauh ini elektabilitas Anies Baswedan dan Cak Imin di Jatim trennya sama-sama rendah. 

Artinya, lanjut Direktur Utama Surabaya Survey Center (SSC) itu, fenomena Jatim dan Nahdliyin tidak selalu berlaku linier karena sangat tergantung pada personalisasi dari ketokohan capres-cawapres. “[Elektabilitas Anies dan Cak Imin di Jatim sendiri] Tidak pernah tembus angka 5 persen,” kata Mochtar kepada wartawan dikutip VIVA Jatim, Senin, 4 Agustus 2023.

Mencuat Isu Matahari Kembar Prabowo-Jokowi, Dasco: Ini Bulan!

Kedua, papar Mochtar, Anies dan Cak Imin dilatari oleh ideologi yang berbeda. “Secara ideologis kita tahu bahwa antara PKB dengan kubu Anies, antara PKB dan PKS, itu seperti ada jarak ideologis. Jadi sulit membayangkan bagaimana pemilih PKB itu mau memilih Anies,” ujarnya.

Karena perbedaan ideologi itulah, menurut Mochtar, pilihan yang diambil oleh Cak Imin dan Anies sangat berisiko. “Baik Anies maupun PKB sedikit banyak akan ditinggalkan oleh pemilihnya sehingga penting bagi koalisi NasDem-PKB untuk membangun narasi yang tepat ke masyarakat,” katanya.

Menengok Sel Nomor 2 di Lapas Mojokerto, Saksi Bisu Perjuangan KH Hasyim Asy'ari

Mochtar mengamini bahwa sejauh ini Jatim menjadi magnet perebutan suara utama seluruh partai dalam peta politik nasional. Dan jika bicara Jatim itu adalah lumbung suara Nahdliyin. Itu sebabnya cukup masuk akal apabila Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Anies kemudian berpaling dari Demokrat dan AHY dan lebih memilih menggandeng Cak Imin dan PKB-nya.

Deklarasi Anies-Cak Imin yang diputuskan berlokasi di Surabaya juga menjadi alasan betapa pentingnya Jatim bagi Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang digawangi NasDem dan PKB itu. “Tentu karena memandang betapa pentingnya suara di Jatim dan betapa pentingnya suara Nahdliyin,” tandas Mochtar.

Berdasarkan analisis itu, dia berpendapat bahwa duet Anies-Cak Imin tidak akan berpengaruh signifikan pada tingkat keterpilihan Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo di Jatim. “Sekali lagi saya khawatir justru pemilih PKB itu justru berpindah ke Gerindra atau PDIP,” kata Mochtar.

Sebelumnya, peneliti senior SSC, Surokim Abdussalam, mengatakan bahwa perilaku pemilih saat ini kian kompleks. Karena itu, kapasitas dan kemampuan capres-cawapres akan dijadikan pertimbangan dalam memilih, bukan fanatisme terhadap partai. “Tren perilaku memilih saat ini kian kompleks dan tidak ada variabel dominan,” tandasnya.

Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, M Syaeful Bahar, mengatakan bahwa Jatim merupakan battleground politik nasional. Bila bicara Jatim maka itu adalah NU. “Maka semua capres harus berebut suara di Jawa Timur,” katanya kepada VIVA Jatim.

Nah, bicara NU tentu saja tidak bisa dilepaskan dari PKB. Menurutnya, dengan hengkangnya PKB dan Cak Imin dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang digawangi Gerindra, Golkar, PAN, dan PBB, dukungan Prabowo di Jatim akan tergerus. “Tanpa NU dan PKB, agak berat Prabowo bisa menang [terutama di Jatim],” tandas Bahar.

Baik Surokim maupun Bahar sama-sama berpandangan bahwa keluarnya PKB dan Cak Imin dari kubu Prabowo menjadi semacam berkah bagi PDIP dan Ganjar. Kata Surokim, rivalitas PDIP dan Ganjar dengan KIM akan terkurangi. “Paling tidak Nahdliyin yang tidak ke Prabowo akan lebih solid memberikan dukungan ke Ganjar,” ucap Bahar.