Menengok Tradisi Kupatan Durenan di Trenggalek saat H+7 Lebaran, Ini Rangkaiannya
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Trenggalek, VIVA Jatim – Tradisi kupatan di Durenan, Kabupaten Trenggalek sudah berjalan secara turun temurun dari generasi ke generasi mulai era Mbah Masir atau yang kerap disapa Mbah Mesir sekitar 2,5 abad silam. Tradisi berpuasa 6 hari setelah Hari Raya Idul Fitri, dan ditutup dengan Hari Raya Ketupat masih lestari.
Belasan tahun belakangan oleh warga asli sekitar dibuat arak-arakan ketupat sebagai syiar dan memecah arus kepadatan saat silaturrahmi. Sekaligus menunjukkan eksistensi kupatan akan tetap lestari meski tidak ada hiburan.
Salah satu Panita Kupatan Durenan, Mochamad Cholid Huda mengungkapkan bahwa adanya arak-arakan ketupat sebenarnya untuk memecah kerumunan. Supaya kendaraan yang berada di jalan-jalan poros tidak macet, terutama arah jalan ke Pondok Pesantren Babul Ulum banyak yang komplain.
"Adanya arak-arakan hiburan itu supaya memecah arus tidak terlalu menumpuk dan agar tidak jenuh. Pun juga sebagai cara generasi sekarang untuk melestarikan dan hiburan hanya sebagai tambahan," ujar Mochamad Cholid Huda dikediamannya, Senin, 15 April 2024.
Menurutnya kupatan tahun ini tetap seperti tahun kemarin, yang berubah hanya dalam waktu. Pasalnya, jika dilaksanakan pada malam hari banyak kendala yang dialami.
Huda mengaku, banyak tamu dari jauh yang tidak bisa masuk ke lokasi family, maupun akan sowan ke pondok. Persoalan lalu lintas ini benar-benar membuat macet, ditambah iring-iringan gunungan ketupat di belakang ada miniatur soundsystem yang membludak.
"Sampai jalan raya masalah sekali, jalan seharusnya dipisah tetapi di lapangan tidak, itu juga sebagai salah satu penyebab. Kalau tahun ini terlalu banyak risikoi dipindah lagi, dikembalikan pagi jam 07.00 WIB sudah berangkat," tambahnya.