Ada Makam Pasukan Intelejen Kerajaan Mataram di Bangsal Mojokerto
- M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Mojokerto, VIVA Jatim – Di Dusun Keniten, Desa Puloniti, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto, terdapat kompleks makam khusus bayi. Di area makam tersebut juga diyakini ada makam pasukan intelijen Kerajaan Mataram.
Kompleks pemakaman ini tepatnya terletak di tengah areal persawahan. Ketika memasuki komplek makam, terlihat batu nisan sejumlah makam bayi berjejer rapi. Sebagian besar nisan tak ada namanya. Namun ada beberapa makam yang tertulis nama lengkap dengan tanggal wafatnya.
Juru pelihara makam, Jalil, mengatakan, kompleks makam bayi ini sudah ada sejak nenek moyangnya. Dia sendiri merupakan generasi ketiga yang memelihara area pemakaman ini.
“Dari dulu memang makam khusus bayi atau anak belum dewasa sejak nenek moyang saya. Dari saya kecil sudah ikut mbah saya merawat makam ini,” katanya, Senin, 5 Agustus 2024.
Hingga saat ini, lanjut Jalil, bayi dari warga Dusun Keninten yang meninggal dunia disemayamkan di kompleks tersebut. Tak heran ditemukan beberapa yang masih baru.
“Pokoknya bayi atau anak belum dewasa dari warga Dusun Kintelen yang meninggal dunia, ya, dimakamkan di sini,” ujar pria berusia 70 tahun itu.
Kakek 7 cucu ini tak bisa memastikan total jumlah bayi yang dimakamkan di kompleks ini. Tetapi, menurut dia, hanya ada sekitar 30 makan yang terdapat batu nisannya. Sebab, di bawah tahun 2000-an tidak menggunakan batu nisan, melainkan ditandai dengan kayu. Sehingga mudah rusahk dan hilang.
“Banyak (makam bayi). Dulu penandanya sudah hilang karena zaman dulu tidak pakai nisan dari semen, tapi pakai bambu,” ujarnya.
Di tengah makam ini terdapat enam makam. Empat makam merupakan prajurit Kerajaan Mataram, yakni Mbah Sukmo Wijoyo, Mbah Kholidin, Mbah Sabto Aji, dan Mbah Aryo Winoto.
Sedangkan dua lainya makam Putri Titik Sariningsih dan Mbah Putri Mulatsih. Keduanya merupakan dayang-dayang dari empat prajurit Kerajaan Mataram tersebut.
Dari cerita yang beredar turun-temurun, empat sosok prajurit tersebut bertugas sebagai telik sandi atau mata-mata Kerajaan Mataram. Setelah itu, mereka ditugaskan menjaga situs peninggalan Kerajaan Majapahit. Hal itu terjadi pasca runtuhnya Kerajaan Majapahit.
“Majapahit runtuh mereka bersembunyi di sini. Mereka disuruh mengamankan situsnya,” ujarnya.
Berdasarkan penuturan kakeknya, konon lahan ini dulunya merupakan candi. Dulunya area tersebut dijadikan tempat berunding atau bermusyawarah di era Kerajaan Majapahit.
Hal tersebut dibuktikan dengan sejumlah arca dan regol tertata rapi di sisi timur pemakaman. Sayangnya, kini hanya tersisa dua buah regol karena arcanya dipindahkan ke Museum Trowulan.
“Cerita mbah saya dulu ini tempat musyawarah, ada candinya. Hanya saja arca-arcanya dibawa orang-orang. Ada yang dibawa ke Bali. Tinggal satu dibawa ke Museum Trowulan,” terang Jalil.
Selian enam makam tersebut, ada pula dua makan kembar. Namun, kata Jalil, dua makam ini bukan prajurit dari Kerjaan Mataram. Mereka merupakan prajurit Kerajaan Majapahit, yakni Raden Panji dan Raden Pandu.
“Raden Panji dan Raden Pandu ini dulu yang jaga regol di Kerajaan Majapahit,” beber Jalil.
Jalil menambahkan, kompleks pemakaman ini kerap kali didatangi peziarah. Para peziarah tak hanya dari Mojokerto saja, tapi juga dari luar kota juga. Rata-rata para peziarah penasaran dengan makam Raden Panji dan Raden Pandu.
“Banyak yang datang. Ada rombongan datang kesini dari Nganjuk bawa mobil. Mereka itu biasanya penasaran, kok bisa Raden Panji dan Raden Pandu dari Majapahit dimakamkan disini, bukan di Trowulan,” katanya.