Cerita Gus Dur Patah Lengan gegara Keenakan Tidur di Atas Pohon
- Istimewa/Twitter Viva.co.id
Tapi pengalaman-pengalaman itu tak membuat Gus Dur kecil kapok. Ia tetap berani mengambil risiko saat bertingkah sebagaimana bocah-bocah seusianya kala itu. Ia tak mudah ditekan keadaan.
Sikap-sikap masa kecil Gus Dur seperti itu rupanya terus tumbuh dan mewarnai sepak terjangnya yang bernas saat ia memimpin ormas terbesar di Indonesia, NU, menjadi Presiden RI keempat, dan menangani urusan-urusan masyarakat lainnya.
Sebagai ulama dan pemimpin bangsa, Gus Dur pun tak lepas-lepas dari sorotan karena caranya melontarkan dan mempraktikkan gagasan cenderung tengil, berani, dan terkadang terkesan kurang hati-hati. Ia cuek dengan protes ‘rival-rival-nya’ senyampang yang ia perjuangkan adalah kebenaran dan kemanusiaan.
Untuk diingat, Gus Dur lahir dari pasangan KH A Wahid Hasyim dan Nyai Solichah. Kiai Wahid Hasyim adalah putra dari pendiri NU yang juga pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Hadrastussyaikh Hasyim Asy’ari. Sedangkan Nyai Solichah putri dari salah satu tokoh kunci berdirinya NU yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, KH Bisri Syansuri.
Gus Dur lahir pada 7 September 1940 di Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Semula banyak mengira ia dilahirkan pada 4 Agustus. Namun, tulis Barton, tanggal 4 dimaksud ternyata di bulan Sya’ban dalam kalender Islam. Bukan Agustus dalam kalender Masehi. Oleh ayahnya, Gus Dur diberi nama Abdurrahman Ad-Dakhil yang berarti Abdurrahman Sang Penakluk.
Nama tersebut merujuk pada nama pejuang Islam masa Dinasti Umayyah yang berhasil menaklukkan Spanyol dan menancapkan serta mengembangkan ajaran dan peradaban Islam di Eropa selama berabad-abad. Namun, Abdurrahman Ad-Dakhil dari Jombang kemudian lebih dikenal dengan nama Abdurrahman Wahid. Gus Dur lalu jadi panggilan populernya.
Selain dari keluarga, pendidikan Gus Dur juga dijalani di pesantren dan sekolah formal. Dari sekolah modern dan lingkungan yang melingkari aktivitas ayahnya sebagai politikus, ia kemudian mengenal dunia luar pesantren. Wawasannya kian terbuka luas ketika dia berkelana menimba ilmu di Mesir dan Bagdad, Irak.