Larangan Berpesta Ria di Bulan Muharram karena Hormati Peristiwa Bersejarah

Ilustrasi Bulan Muharram atau Bulan Suro
Sumber :
  • Istimewa

Surabaya, VIVA Jatim – Setiap daerah memiliki tradisi atau kebiasaan tertentu dalam menggelar pesta, hajatan maupun pernikahan. Utamanya terkait waktu-waktu yang baik dalam menggelar sebuah acara. Hal itu sebagai ikhtiar meraih keberkahan dalam setiap hajatan yang dilakukan.

Maulid Nabi, Menag Yaqut Ajak Masyarakat Teladani Akhlak Rasulullah

Bagi masyarakat Jawa, melangsungkan pesta, hajatan maupun pernikahan tidaklah sembarangan. Harus dilaksanakan di waktu-waktu baik. Salah satunya menghindari waktu di Bulan Muharram atau Suro dalam bahasa Jawa.

Lantas mengapa setiap pesta, hajatan maupun pernikahan dilarang dilaksanakan di Bulan Muharram atau Suro? Berikut ini penjelasannya, dilansir VIVA dari laman resmi Nahdlatul Ulama.

Menengok Ragam Tradisi Unik Menyambut Tahun Baru Islam di Indonesia

Dijelaskan Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, bahwa larangan menggelar pesta, hajatan maupun pernikahan di Bulan Muharram karena persitiwa bersejarah. Yakni menghormati ahlil bait atau keluarga besar Rasulullah SAW yang tengah berduka.

"Dilarangnya menggelar pesta atau acara besar pada bulan Asyura adalah bagian dari adab kita terhadap habaib. Pada bulan itu, ahlul bait termasuk para habaib sedang berduka," terangnya.

Muslimat NU Sumenep Sambut Tahun Baru Islam dengan Khatmil Quran dan Tumpengan

Ia menjelaskan Muharram merupakan bulan prihatin bagi anak cucu Rasulullah SAW. Sebab, cucu Nabi Muhammad SAW yaitu Husain bin Ali bin Abi Thalib mengalami pem-bully-an hingga terbunuh. Sehingga Asyura dianggap bulan duka.

Dalam keterangan lain juga disebutkan dalam penelitian tentang 'Adat Larangan Menikah di Bulan Suro dalam Perspektif URF (2017'. Penelitian yang dilakukan Zainul Ula Syaifudin, mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini menyebut bahwa hal itu bagian dari simbol penghormatan.

Kisah-kisah agung yang terjadi bertepatan dengan Bulan Muharram atau Suro merupakan momen berduka dalam keluarga Baginda Nabi. Seperti pembantaian 72 anak keturunan Nabi dan pengikutnya. Ditandai dengan gugurnya Sayyidina Husein atas restu Khalifah Yazid bin Muawiyah.

Oleh karena itu, menggelar pesta atau bersenang-senang di bulan Suro dirasa kurang sopan kepada leluhur. Jadi, waktu yang ada lebih baik digunakan untuk berprihatin atau meratapi kisah-kisah besar di balik bulan Suro.

Artikel ini telah tayang di VIVA.co.id dengan judul Mengapa Terdapat Larangan Menikah di Bulan Suro? Ini Penjelasannya