Hari-hari Mencekam Handoko saat Mencari Ayahnya yang Hilang Usai G30S

Handoko menunjukkan potret ayahnya, Mochammad Sarkawi.
Sumber :
  • Mokhamad Dofir/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Berulangkali pintu rumah yang berada di kawasan Tegalsari, Kota Surabaya, itu diketuk. Salam pun dilontarkan berulang-ulang. Namun, tak sekata pun sahutan terdengar dari balik rumah sederhana itu.

Akhir Suram Moerachman, Wali Kota Surabaya yang Hilang di Tahun Jahanam

Hampir saja VIVA Jatim hendak pulang, tiba-tiba daun pintu menganga dan pelan-pelan terbuka. Dari dalam keluar seorang ibu dengan tampang curiga. Sementara di belakangnya menyusul seorang pria 70-an tahun menyambut dengan ramah.

Pria itu adalah Handoko, si mpunya rumah.  

40 Narapidana Resiko Tinggi Dipindah ke Nusakambangan, Kasus Narkotika hingga Terorisme

"Silakan, bisa di sini," ucap Handoko mengajak masuk ke dalam garasi rumahnya. Kami pun duduk bersiap-siap berbincang, Jumat, 29 September 2023.

Handoko adalah Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 65 Jawa Timur. Ia bergabung dengan yayasan tersebut setelah bertahun-tahun mencari ayahnya, Mochamad Sarkawi, yang hilang beberapa pekan setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 silam. 

Kisah Penjual Kerupuk di Mojokerto Naik Haji Setelah 12 Tahun Menabung

Gara-gara itu pula Handoko kemudian ditangkap dan dibui, berpindah dari satu penjara ke penjara lainnya sebagai tahanan politik (tapol) selama sembilan tahun. Selama itu pula hari-hari yang dilalui Handoko adalah suasana mencekam.

Handoko membuka ceritanya dengan menggambarkan suasana Kota Surabaya yang mencekam setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 silam. Pagi itu, cuaca Surabaya amat cerah. Handoko berjalan kaki menuju sekolah tempat dia belajar di Jalan Wijaya Kusuma. Saat itu, baru dua bulan ia duduk di bangku kelas satu Sekolah Menengah Atas. 

Halaman Selanjutnya
img_title