Rara Putri Cak Imin Ungkap Alasan Millenial Jengah dengan Politik di Tulungagung

Suasana Sharing and Caring bersama Rara putri Cak Imin.
Sumber :
  • Madchan Jazuli/Viva Jatim

Tulungagung, VIVA Jatim – Gegap gempita pesta demokrasi lima tahunan semakin terasa. Namun acapkali dipandang jengah oleh beberapa generasi millenial yang apatis dengan adanya politik.

Tampil 4 Jam Nonstop, Penari Meriahkan Hari Tari Sedunia di Tulungagung

Rahma Arifa, anak Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin membahas alasan anak muda apatis dengan politik.

Rahma Arifa atau yang kerap disapa Rara ini menerangkan bahkan dirinya sendiri yang sebagai anak dari politikus pun jengah dengan politik. Lantaran, ia melihat untuk memperjuangkan aspirasi ditolak dengan alasan-alasan tidak jelas versi pemangku kebijakan.

Seribuan Pelari WRC 2025 Antusias Menyusuri Eksotisme Bendungan Wonorejo Tulungagung

"Jadi kenapa anak muda bisa apatis dengan politik itu ada dua. Satu memang menurut saya politikus harus menyadari bahwa sistem politik kita banyak yang harus dibenahi," ujar Rara di Kedai Teh Tarik DMR Tulungagung, Rabu, 24 Januari 2024.

Putri kedua dari pasangan Cak Imin dan Rustini ini menambahkan itulah kenapa saat ini butuh pemerintah yang otokritik, yang mampu dikritik, mau dikritik serta tidak terbawa perasaan atau baper saat tengah dikritik.

Bupati Tulungagung Eks PDIP Miliki KTA Gerindra: Saya Prajurit Apapun Tugasnya Siap

Ia mengaku saat pemimpin yang memiliki demokrasi yang kuat, memiliki track recordenya jelas memperjuangan dan berpihak demokrasi kebenaran, memiliki prinsip seperti itu hampir bisa pasti menerima kritikan.

"Contohnya kalau diroasting tidak di-cut. Kalau bahasa ayah saya kita butuh pemimpin yang bisa memahami problem anak muda. Walaupun kita fahami di depan media harus ada manuver dan lain-lain. tetapi yang jelas harus ada pemimpin yang benar-benar bisa dikritik," akuinya.

Sementara ayahnya yang berpasangan dengan Capres Anies Baswedan sudah tepat. Pasalnya, keduanya tahu dan sadar banyak yang harus dibenahi dalam sistem politik, cara-cara berpolitik, dan strategi berpolitik.

Keduanya sebagai aktivis pergerakan saat menjadi mahasiswa banyak memberikan pengalaman. Menurut Rara, ketika bersama-sama membahas ini kedua-duanya nyambung, faham banyak yang harus dilakukan untuk Indonesia.

"Intinya untuk melakukan perubahan dalam sistem tersebut butuh patner yang juga mengerti tentang isu-isu seperti itu. Dan alhamdulillahnya ketemu dengan Pak Anies, sama-sama di pergerakan dan anak aktivis," imbuhnya.

Ia menjelaskan alasan kedua mengapa anak muda jengah dengan politik, yaitu harus ditumbuhkan dari anak-anak muda apa peran pemuda itu apa.

Saat ini tidak membutuhkan anak muda sebagai simbol, melainkan butuh semangat dari anak muda. Tadi sempat ia singgung, seperti perkataan ayahnya yang mendoktrin kalau anak muda yang tidak mempunyai idealisme apa bedanya.

"Yang dibutuhkan anak muda yaitu mempunyai prinsip dan idealisme. Karena itu yang embedakan kita dengan orang yang lain," tegasnya.

Perempuan berusia 23 tahun ini menggaris bawahi dibutuhkan critical thingking bagi pemuda termakan bumbu bumbu gimmik. Sehingga membuat anak muda yang pesimis, ketara dengan banyak konten-konten sedih di media sosial.

Rara mengutip dalam sebuah jurnal Harvard Uiversity bahwa minimal untuk melakukan perubahan revolusi, hanya dibutuhkan 3,5 persen dar total populasi.

Menurutnya Indonesia kita saat merdeka masyaraatnya terdidik ada Budi Utomo, dan gerakan-gerakan intelektual lainnya. Bagaimana kita anak-anak muda yang terdidik bisa berfikir kritis, berfikir rasional, maka sudah saatnya bergerak.

"Sebanyak 3,5 persen jika memiliki komitmen, mempunyai idealistik itu mereka yang harus punya rasa tanggung jawab untu membawa pwrubahan. Kalau semunya bergerak itu harus bareng-bareng, tidak bisa kalau sendiri," tandasnya.