Sempat Ricuh, Aksi Kawal Putusan MK di Gedung DPRD Jatim Berlangsung Panas
- Mokhamad Dofir/Viva Jatim
Semula, dalam putusannya MK menurunkan prosesntase ambang batas pencalonan bagi parpol yang memperoleh kursi di DPRD provinsi maupun kabupaten/kota, dari semula minimal 20 persen. Namun, DPR menyepakati bahwa putusan MK tersebut hanya berlaku untuk parpol nonparlemen. Segera setelah itu protes berdatangan dari seluruh daerah di negeri ini.
Tidak hanya di dunia maya, di dunia nyata, sejumlam massa dari berbagai elemen masyarakat melakukan aksi penolakan terhadap kesepakatan Baleg DPR RI soal RUU Pilkada tersebut. DPR dinilai masyarakat berupaya mengebiri demokrasi dan hanya memihak golongan tertentu. Akibatnya, RUU Pilkada yang sejatinya diparipurnakan untuk disahkan pada Kamis, 22 Agustus 2024, batal digelar dan ditunda.
Secara tidak langsung, protes publik itu menguntungkan beberapa partai yang jika mengacu pada kesepakatan Baleg DPR tidak bisa mengusung paslon sendiri. Contohnya PDIP untuk pilkada di DKI Jakarta dan Jawa Timur. Setelah RUU Pilkada batal disahkan dan tetap menggunakan putusan MK, PDIP bisa mengusung calon sendiri di Pilgub DKI Jakarta dan Pilgub Jatim.
Karena itu, di Jawa Timur, PDIP Jatim sampai-sampai menyampaikan terima kasih kepada rakyat yang memprotes RUU Pilkada. Namun, masyarakat menegaskan bahwa demonstrasi digelar bukan untuk kepentingan partai tertentu, tapi murni untuk berjalannya demokrasi yang sehat di Indonesia.