Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Lingkungan Jadi Atensi Sataretan Sumenep Berdaya

Temu Rutin Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

Sumenep, VIVA Jatim – Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) di Kabupaten Sumenep cukup melimpah. Namun realitas demikian dinilai jomplang bila dikaitkan dengan kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan Sumenep menjadi Kabupaten termiskin ketiga di Jawa Timur

Kronologi Pelajar Kediri Hanyut di Pantai Dlodo Tulungagung

Hal ini disampaikan Pembina Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya, KH Muhammad Shalahuddin A Warits, saat temu rutin bulanan di Base Camp Great Widow Community (GWC), Kota Sumenep, Selasa, 10 September 2024 kemarin.

“Catatan pemerintah tersebut nampaknya berkesesuaian di beberapa hal dalam masyarakat kita. Namun bagaimana realitas itu terjadi secara asimetris? Satu sisi SDA melimpah tetapi di sisi lain, masyarakat banyak yang miskin? Di mana sumber masalahnya?” tanya pria yang akrab disapa Ra Mamak itu mengawali pembahasan. 

Trenggalek Uji Coba Program Makan Siang Bergizi

Ra Mamak kemudian menegaskan bahwa Sumenep menjadi salah satu kabupaten termiskin karena dilihat dari banyaknya bantuan sosial (bansos) yang digelontorkan. Bahkan jauh melampaui sebelum-sebelumnya. 

Bila pemerintah kreatif, lanjut Ra Mamak, tentu bukan jenis bansos yang digelontorkan. Melainkan mikro finansial dengan mengembangkan kelompok-kelompok usaha. Sehingga geliat perekonomian masyarakat Sumenep bisa tumbuh. 

Pengawas Ponpes di Mojokerto Cabuli-Sodomi Santri Divonis 9 Tahun Penjara dan Denda Rp500 Juta

”Kalau pemerintah tidak kreatif, tidak mungkin ada di posisi ini,” sambung Ra Mamak. 

Ia pun meyakini bahwa perekonomian mikro bisa menjadi solusi bagi kesejahteraan masyarakat dan menekan angka kemiskinan di Kabupaten Sumenep. Justru kehadiran program pembiayaan di berbagai bank bersifat kanibalistik. Sebab, modal yang semestinya digunakan untuk membangun usaha justru dibuat konsumtif. 

”Saya ingin mencari formulasi bagaimana perekonomian mikro betul-betul memberikan solusi bagi perekonomian masyarakat. Bank-bank kanibalistik telah banyak merusak,” terangnya. 

Forum ini pun kian hangat dengan hadirnya seorang pengusaha muda asal Kabupaten Malang Jawa Timur, Yunandi. Sebagai seorang pengusaha berlatarbelakang santri, ia berbagai pengalaman bagaimana merintis dan memulai usaha dari titik nol hingga berhasil memiliki bisnis di berbagai sektor, mulai dari peternakan hingga properti. 

Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Latee itu lantas berbagi kiat-kiat memulai usaha. Menurutnya ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam memulai suatu bisnis, sekecil apapun. 

“Dalam membangun bisnis, pertama adalah mengubah mindsett atau pola pikir. Makanya benar apa kata Menparekraf, bahwa dalam usaha modal itu belakangan. Yang pertama adalah knowledge atau pengetahuan. Sehingga dalam memilih bisnis, harus yang benar-benar dikuasai bidangnya, meski ada pula yang berdasarkan hobi,” ungkapnya. 

Mengusai bidang tertentu, menurut Yunandi harus dimulai dengan belajar kepada yang lebih paham. Seperti halnya, menjadi pengusaha property, bangunan, harus dimulai dengan menjadi mandor terlebih dahulu. 

Hal yang tak kalah penting dalam memulai usaha, menurut Yunandi adalah sikap atau perilaku. Setiap orang yang tengah memulai bisnis, hendaknya bisa mengatur pemasukan dan pengeluaran. 

“Jangan sampai pengeluaran untuk belanja kebutuhan melebihi kemampuan kita dalam mendapatkan uang. Ini sejalan dengan yang disampaikan Ra Mamak tadi, bahwa ’tengka’ atau perilaku dalam hal ini sangat penting,” tegasnya. 

Aspek kebermanfaatan dalam dunia bisnis, menurut Yunandi juga sangat penting. Sebagai pengusaha harus menyisihkan keuntungannya untuk bersedekah. Sehingga orang lain bisa merasakan manfaatnya. 

”Semua grup-grup bisnis ya begitu. Ada Jarum Foundation dan sebagainya. Ada aspek kebermanfaatan yang diperhatikan betul. Saya pun demikian, menanggung biaya listrik di Pesantren Annuqayah Latee dan lain-lain,” terangnya. 

Ia pun mewanti-wanti, hendaknya berhati-hati ketika berurusan dengan modal usaha yang didapat dari pinjaman bank. Jangan sampai modal tersebut digunakan untuk konsumtif. 

“Karena memang untuk modal usaha. Kalo dibuat konsumsi ya gak bisa,” tandasnya. 

Sebagai informasi, temu rutin bulanan ini diikuti puluhan anggota Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya dan jemaah Perempuan Hebat Sumenep. Acara ini dipungkasi dengan penyerahan santunan kepada sejumlah anak yatim oleh Kiai Hazmi Basyir, masyaikh Pondok Pesantren Annuqayah yang juga bagian dari Yayasan Sataretanan Sumenep Berdaya.