BPJS Kesehatan Tak Tanggung 144 Jenis Penyakit, Rumah Sakit di Gresik Kelimpungan

Hearing komisi IV DPRD Gresik dengan Rumah Sakit dan puskesmas serta BPJS Kesehatan.
Sumber :
  • Tofan Bram Kumara/Viva Jatim

Gresik, VIVA Jatim –Kebijakan baru BPJS Kesehatan yang tidak lagi menanggung 144 jenis penyakit untuk dirujuk ke rumah sakit melalui Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) memicu kekhawatiran di kalangan rumah sakit (RS) di Kabupaten Gresik. 

Nekat Bobol Alfamart, Mahasiswa Asal Lamongan Diamankan Polres Gresik

Kebijakan ini membuat baik RS pemerintah maupun swasta kelimpungan dalam menangani pasien yang terdiagnosis dengan salah satu dari 144 jenis penyakit tersebut.

Para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terdiagnosa dengan penyakit-penyakit yang tidak lagi ditanggung tersebut seharusnya mendapatkan penanganan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). 

Madura United Gagal ke Final AFC Challenge League, Kini Fokus ke Liga 1

Namun, banyak FKTP yang belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menangani penyakit-penyakit tersebut, sehingga pasien terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit.

Kebijakan ini dinilai merugikan baik masyarakat maupun pihak rumah sakit, terutama terkait penurunan pendapatan RS yang sebelumnya bergantung pada klaim dari BPJS Kesehatan. 

Madura United Vs Svay Rieng, Ini Kata Alfredo Vera

Hal ini memicu Komisi IV DPRD Gresik untuk mengadakan rapat dengar pendapat (hearing) yang melibatkan berbagai pihak, seperti BPJS Kesehatan Gresik, RSUD, Puskesmas, RS swasta, Dinas Kesehatan (Dinkes), dan Bappeda. Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPRD Gresik, Syahrul Munir, pada Senin, 9 Desember 2024, untuk mencari solusi terbaik.

Selain itu, BPJS Kesehatan juga mengundang perhatian karena klaim pembayaran rumah sakit yang tertunda, yang semakin memperburuk situasi keuangan rumah sakit.

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ibnu Sina Soni M mengaku klaim pending di RSnya mencapai 11 miliar yang belum diselesaikan oleh BPJS kesehatan, sehingga menjadi beban setengah mati.

Ia menjelaskan, tidak semua FKTP memiliki fasilitas, sarana rawat inap sehingga dianjurkan untuk melakukan rujukan ke puskesmas yang ada fasilitas rawat inap. Namun, dari puskesmas yang tidak ada fasilitas akhirnya merujuk ke RS.

"Klaim pending kami sebesar Rp 11 miliar belum terbayarkan dari BPJS kesehatan, kami kembang kempis, setengah mati. Sementara ketika ada rujukan pasien, kami harus melayani, tidak boleh menolaknya. Tapi klaim akan pending. Harusnya yang dievaluasi itu FKTP atau faskes, dengan begitu, klaim tidak pending," ungkapnya.

Ditempat yang sama, Dirut RS Wates Husada (RSWH) dr Titin Ekowati mengatakan saat ini musim pancaroba, dimana kasus demam berdarah dengue cukup tinggi. Namun dengan adanya kebijakan tersebut, peserta JKN tidak bisa langsung di rawat atau rujuk di RS. Mendapat pelayanan di FKTP.

"Misal di wilayah Balongpanggang, ada dua puskesmas yakni puskesmas Dapet dan Balongpanggang. Dari dua puskesmas itu, hanya Balongpanggang yang ada fasilitas rawat inap. Jika ada pasien demam berdarah dengue yang kami rawat, itu termasuk dari 144 yang tak bisa langsung di rujuk ke rumah sakit," jelasnya.

Dengan penerapan kebijakan 144 penyakit tersebut yang tak bisa langsung di rujuk ke rumah sakit, mengakibatkan penurunan pendapatan.

"Tentu pendapatan kami menurun. Dari pembicaraan kami dengan pihak BPJS kesehatan, pasien bisa dirawat tapi dengan rawat jalan," ungkap dokter yang juga koordinator Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) wilayah Pantura ini.

Dengan permasalahan tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Gresik Zaifuddin memberikan batas waktu sepekan kepada Dinkes dan BPJS kesehatan untuk mencari solusinya.

"Persepsi harus sama, harus clear, komitmen juga harus sama. Permasalahan sudah mulai ada titik temu. Kami memberi tenggat waktu seminggu," ucapnya.

Sementara Ketua DPRD Gresik Syahrul Munir mengaku dari diskusi dengar pendapat ini, bisa memberikan kontribusi pelayanan kesehatan warga Gresik. Dari dengar pendapat ini, ada semangat yang sama untuk mencari solusi dari permasalahan dari ratusan diagnosa, sehingga harus ada kesepahaman.

Tidak hanya itu, juga menyarankan agar Dinkes Gresik melakukan inventarisir kebutuhan puskesmas, sehingga kedepan sumber daya manusia (SDM) bisa teratasi, beserta sarana penunjangnya.

"Ya untuk jangka pendek, klaim pending BPJS kesehatan harus segera diselesaikan. Harus ada hitam diatas putih, karena ini multitafsir. Sehingga bisa menjadi panduan bagi Dinkes dan juga rumah sakit, sehingga bisa beres atau clear," ujarnya.