Pakar Hukum Administrasi Universitas Airlangga Nilai RKHUP dan UU Kejaksaan Sebabkan Merugikan Masyarakat
- Istimewa
Surabaya, VIVA Jatim-Pakar hukum administrasi Universitas Airlangga, Prof Sri Winarsi menilai ketidakjelasan pembagian kewenangan dalam RKUHP dan UU Kejaksaan menggambarkan minimnya harmonisasi antar-lembaga penegak hukum.
Ia mengatakan penjelasan umum dalam UU Nomor 11 Tahun 2021 telah memperlihatkan arah hukum politik pembentukan UU adalah untuk mengakomodasi prinsip prosecutorial discretion dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
"Artinya, kejaksaan menjadi memiliki kewenangan yang begitu besar," ujarnya, Selasa, 4 Februari 2025.
Ia menilai pasal 30B huruf a sangat kontroversial. Menurutnya tidak ada interpretasi otentik terkait ruang lingkup intelijen penegakan hukum. Ia melihat bahwa kekaburan aturan ini dapat menimbulkan peluang diinterpretasikan bahwa kejaksaan berwenang melakukan penyelidikan yang sebenarnya adalah kewenangan kepolisian.
Hal ini bertentangan dengan prinsip diferensiasi fungsional KUHP. Diferensiasi fungsional sendiri merupakan salah satu prinsip utama dalam administrasi publik.
“Ketika batas fungsi antara kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik serta kejaksaan sebagai penuntut tidak ditegaskan, maka terjadi penyimpangan dari prinsip diferensiasi ini. Akibatnya, alih-alih bekerja secara sinergis, kewenangan kedua lembaga ini justru dapat saling tumpang tindih," katanya.
Prof Sri Winarsi berpandangan bahwa disahkannya UU Kejaksaan pada 2021 yang memperluas kewenangan kejaksaan berpotensi menciptakan dualisme kewenangan. Terlebih lagi, dalam persoalan ini konsep check and balance juga menjadi kunci utama mengakselerasikan mekanisme pengawasan dan pengendalian antar-lembaga yang efektif.
