Istana Tegaskan RUU TNI Tak Ada Unsur Hidupkan Dwifungsi Militer

Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin.
Sumber :
  • Pendam V/Brawijaya untuk VIVA Jatim.

Surabaya, VIVA Jatim – RUU TNI hingga kini terus menuai kontroversi. Sejumlah pihak menilai bahwa rancangan regulasi itu berpotensi menghidupkan dwifungsi militer yang dulu pernah terjadi di masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Hal ini dinilai bakal mengancam keutuhan demokrasi di Indonesia. 

MenPANRB: Instansi Bisa Mulai Angkat CASN 2024 pada April 2025

Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan dalam RUU TNI itu tidak memuat unsur yang menghidupkan dwifungsi militer. Dia pun menilai, kecurigaan maupun kekhawatiran para aktivis maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tak beralasan.

“Artinya kontroversi-kontroversi soal RUU TNI sudah mulai mereda karena apa yang disangkakan oleh teman-teman dari NGO, teman-teman aktivis, itu tidak ada,” kata Hasan kepada wartawan, Selasa, 18 Maret 2025.

PMII Jatim Tolak Revisi UU TNI: Kebangkitan Dwifungsi Militer Jadi Ancaman Demokrasi

“Jadi pasal yang dicurigai akan ada, ayat yang dicurigai akan ada, itu terbukti tidak ada,” sambungnya.

Hasan menjelaskan, anggota TNI yang akan menduduki jabatan sipil tentunya memiliki keahlian dan beririsan dengan tugas mereka di satuan.

Dukung Asta Cita Presiden, IHT Perlu Perlindungan Keberpihakan

“Karena posisi-posisi, enggak di-open posisi-posisi untuk TNI, enggak di-open, tapi dikunci. Dikunci ke-15 posisi yang memang memerlukan ekspertisnya mereka. Memerlukan keahliannya mereka dan beririsan ruang kerja dengan ekspertis mereka,” jelas Hasan.

Lebih lanjut, Hasan mengatakan terdapat beberapa jabatan yang bersinggungan dengan keahlian anggota TNI yang belum masuk dalam undang-undang. Jabatan tersebut, seperti Jaksa Agung Muda Pidana Militer, Kamar Peradilan Pidana Mahkamah Agung, Bakamla, serta Dewan Pertahanan Nasional.  

Dengan demikian, Hasan menilai kontroversi mengenai RUU TNI sudah mulai menurun. Namun, ia menyebut pemerintah juga tetap membuka ruang bagi publik yang ingin memberikan pandangan mereka mengenai kebijakan publik. 

“Walaupun kita tetap mempersilahkan teman-teman mengkritisi, kemudian memantau karena ini bagian dari pengawasan publik juga terhadap pelaksanaan undang-undang,” pungkas Hasan.

Seperti diketahui, pembahasan RUU TNI saat ini menjadi sorotan terutama dari LSM dan aktivis. Sampai sempat terjadi insiden saat sejumlah orang mendatangi rapat yang digelar Komisi I DPR di sebuah hotel. Kekhawatiran terbesar adalah kembali lahirnya Dwifungsi ABRI (kini TNI), yang ada pada era Orde Baru.

Artikel ini telah tayang di VIVA.co.id dengan judul Istana: Pasal yang Dicurigai Hidupkan Dwifungsi ABRI di RUU TNI Tidak Ada