Pandangan Fikih MUI Jatim soal Cak Nun Hina Presiden Jokowi

Emha Ainun Najib atau Cak Nun
Sumber :
  • caknun.com

Jatim – Tokoh kenamaan Emha Ainun Najib atau yang akrab disapa Cak Nun beberapa waktu lalu membuat pernyataan kontroversial. Ia menyebut bahwa Presiden Joko Widodo seperti Firaun. Banyak tokoh yang juga ikut mengomentari bahwa pernyataan tersebut tidaklah etis keluar dihadapan ribuan jamaah majelis.

Kata Jokowi Soal MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar

Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Agus H Zahro Wardi mengungkapkan apapun motif dan tujuannya tidaklah dibenarkan. Pernyataan Cak Nun seperti dikutip dari live streaming Maiyah mengatakan 'Karena Indonesia dikuasai oleh Firaun yang namanya Jokowi'.

"Pertama, dalam kajian fiqih, apa yang dilakukan saudara AN (Ainun Najib) termasuk kategori سب المسلم لاخيه المعي. Yaitu penghinaan seorang muslim terhadap sesama muslim tertentu secara terang-terangan dihadapan orang banyak," jelas Gus Zahro Wardi, Kamis 19 Januari 2023.

Open House di Istana Negara, Potret Busana Iriana Jokowi Curi Perhatian

Penyamaan Presiden Jokowi dengan Firaun, menurut Gus Zahro setidak-tidaknya mengarah pada tiga hal yang masyhur melekat pada Fir'aun. Yaitu seorang pemimpin yang kafir, mengaku sebagai tuhan, dzalim, diktator dan pemimpin tidak adil.

Kedua, Gus Zahro mengungkapkan andaikan Cak Nun berkilah bahwa hal tersebut adalah bentuk kritik terhadap pemerintah, cara yang dilakukan adalah salah besar. Sebab secara terang-terangan menyebut nama pemimpin dengan menyamakan tokoh zalim.

Mantan Ketua MUI Jatim KH Abdussomad Buchori Meninggal, Ini Kesaksian Kiai Mutawakkil

Gus Zahro lantas menyebut beberapa hadits sudah jelas tata cara untuk mengkritik pemerintah. Tidak dengan vokal menghina dan menjatuhkan, tetapi dengan cara tertutup dan lemah lembut. Salah satu hadist yang menukil terkait tersebut adalah:

"Barang siapa ingin menasihati pemerintah, janganlah disampaikan terang-terangan. Tapi pegang tangannya, bawa tempat sepi (lalu sampaikan nasihat). Jika nasihatnya diterima maka bagus. Jika ditolak, ia telah menyampaikan kepada pemerintah sesuatu yang tidak baik baginya". (HR Ahmad).

"Terlebih masalah yang dikritik sangat jauh dari fakta. Tidak hanya itu, kritik dilakukan di dalam forum umum dengan nada kebencian," bebernya melanjutkan pertimbangan ketiga. 

Sebagai salah satu tokoh yang punya basis jamaah besar di tengah-tengah masyarakat, yang dilakukan oleh Cak Nun pasti berdampak terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, khususnya Presiden dan penyelenggara Pemilu 2024.

"Dimana jatuhnya marwah pemerintah dan hilangnya kepercayaan masyarakat adalah cikal-bakal terganggunya Kamtibmas dan bisa mengarah ke 'bughot'," paparnya.

Kiai muda yang juga Dosen Pascasarjana Mahad Aly Lirboyo Kota Kediri ini ketika ditanya apakah pernyataan tersebut tidak melanggar Undang-undang NKRI? Gus Zahro enggan menjawab lebih jauh, karena bukan ranahnya di bidang hukum Undang-undang.

"Saya enggan bicara tentang pelanggaran UU. Sebab sangat sensitif. Biarlah penegak hukum yang mengurusi. Saya hanya bicara ranah hukum fikihnya," jelasnya.

Pihaknya berharap, yang mesti dilakukan Cak Nun tentu harus mencabut dan meminta maaf pada orang-orang yang telah ia hina dan tuduh. Supaya tidak memancing kegaduhan dikhalayak ramai.

Cak Nun Meminta Maaf Sebut Dirinya Kesambet

Dalam sebuah podcast, Cak Nun mengaku telah disidang, dihajar dan digoblok-goblokkan serta disesat-sesatkan oleh keluarga. Sebab, perkataan yang telah ia lontarkan tidak mencerminkan keteduhan justru membuat gaduh khalayak ramai.

"Kenapa di goblok-goblokkan, karena saya mengucapkan yang seharusnya tidak sah ucapkan kan. Kan saya mengajarkan semua keluarga dan maiyah bahwa ora waton bener keucapke yang efeknya harus baik harus efeknya diperhitungkan harus bijaksana," ujar Cak Nun.

Tokoh sentral dalam Majelis Maiyah ini mengakui bahwa ia mengajarkan jangan ngomong siapa, tetapi apa substansi. Perkataan tersebut telah melanggar, dirinya minta maaf kepada keluarga dan seluruh masyarakat.

"Karena saya saya melakukan apa yang saya sendiri mengajarkan untuk tidak dilakukan," bebernya.

Menurutnya, saat dirinya mengucapkan dalam kondisi kesambet. Dimana kesadaran beliau terlalu vokal dan tidak bisa dikendalikan perkataan yang telah terucap.

"Kesambet itu tolong anda pahami sebagai bagian dari hidup manusia ya. Jangan mengucapkan apa yang tidak harus diucapkan, harus mengucapkan sesuatu yang kamu hitung betul secara bijaksana dan secara benar," tandasnya.