Kadin Jatim Tolak RPP UU Kesehatan: Buat Industri Rokok Hancur
- Mokhamad Dofir/Viva Jatim
Surabaya, VIVA Jatim –Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jawa Timur tegas menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang dibuat Kementerian Kesehatan sebagai turunan dari Undang-undang (UU) Kesehatan karena bisa membikin industri rokok hancur.
Ketua Umum Kadin Jatim Adik Purwanto menyampaikan, polemik seputar tembakau di negeri ini seakan tak berkesudahan. Baru saja reda gejolak tentang tembakau yang disetarakan sebagai zat psikotropika dalam draf Rancangan Undang-undang Kesehatan. Para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) kembali dibuat pusing dengan adanya RPP Kesehatan.
"(Pasal) tembakau sebagai golongan psikotropika sudah dikeluarkan (dari RUU Kesehatan) tapi masih ada yang tercecer ini ya. Juga sama (RPP) ini menyulitkan kami dari dunia industri hasil tembakau," ujar Adik di hadapan awak media, Selasa 26 September 2023.
Menurutnya, iklim IHT belakangan ini sedang tidak baik-baik saja. Trennya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah produksi rokok juga merosot hingga empat kali lipat.
Ekosistem IHT yang kurang bagus tersebut imbas dari beragam regulasi pemerintah yang dinilai tidak mendukung tumbuh kembang ekosistem industri hasil tembakau.
"Kalau kita ngomong semangatnya Indonesia emas, dimana Indonesia emas ini kan mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tapi kalau industri-industri rokok bergolak kan mempengaruhi itu," lanjutnya.
Ia menambahkan, semua urusan industri hasil tembakau sebenarnya sudah diatur dengan jelas dan gamblang dalam PP Nomor 109 Tahun 2012, peraturan tersebut juga sudah diterima oleh para pelaku usaha.
Tapi pada akhirnya pemerintah tetap membuat aturan baru yang justru dianggap memberangus keberadaan IHT ke depan.
Salah satu pasal yang menjadi titik tekan permasalahan menurut Adik, ialah pasal 152 mengenai pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau.
Dalam draf RPP UU Kesehatan yang telah beredar di publik, aturan itu berisi larangan penjualan rokok secara eceran atau batangan. Industri juga wajib memproduksi kemasan rokok berisi 20 batang per pak.
"Kami itu setting mesinnya 10 batang, 12 batang dan 16 batang. Ada yang 20 batang tapi itu untuk rokok putih yang jarang sekali. Kalau dirubah (isi 20 batang), kita setting lagi, kita investasi lagi. Dan memperbaiki setting mesin ini cukup lama, bisa berhenti (produksi)," urainya.
Selain itu, regulasi juga mempersempit ruang iklan rokok serta melarang produsen menggunakan bahan tambahan pada produk mereka.
Apabila aturan RPP ini disahkan menjadi Peraturan Pemerintah, maka pihaknya memastikan industri rokok yang selama ini turut berkontribusi bagi penerimaan negara, bakal hancur.
"Sudah pasti gulung tikar. Semangatnya kan semangat mematikan, pelarangan yang cenderung membunuh. Ini yang harus kita perjuangkan, kenapa harus menolak itu," tutupnya.