RPP Kesehatan Dinilai Mengancam Ekosistem Perekonomian Tembakau

Halaqah Nasional tentang RPP Kesehatan oleh P3M
Sumber :
  • Ibnu Abbas/Viva Jatim

"Karena berkategori produk-legal, maka produk tembakau hanya bisa diatur dan bukan dilarang seperti laiknya miras, narkoba dan psiktropika. Dengan demikian, draf RPP pemerintah yang menjadi turunan pasal 152 UU UU Kesehatan 17/2023 jelas bertentangan dengan ketujuh (7) putusan MK di atas," tegasnya.

Bu Min Ajak Warga dan Toko Kelontong di Bawean Tak Jual Rokok Ilegal

Isu krusial lain dalam draft RPP tersebut adalah Pasal 457 ayat 7 tentang pemberian mandat pemerintah kepada Kementerian Pertanian untuk memaksa petani tembakau melakukan diversifikasi produk tanaman tembakau dan alih tanam kepada produk pertanian lain. Pasal tersebut jelas sangat merugikan langsung petani dan tampak mewakili agenda korporasi asing yang sekedar mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan sarat dengan narasi blaming the victims.

Fakta ini, kata Sarmidi membuktikan lemahnya political-will pemerintah untuk melindungi dan menjamin Hak Ekosob keluarga para petani tembakau sebagai penghasil komoditas unggulan. Akibatnya, Hak Ekosob para petani terancam dan mereka selalu menjadi pesakitan dengan stigma penguras anggaran kesehatan, penyebab kematian, dan seterusnya.

Ganjar Angkat Bicara soal RPP Kesehatan Ancam Produk Tembakau

Kemenkes, lanjut Sarmidi, seolah menutup mata terhadap fakta bahwa ekosistem pertembakuan yang telah terbentuk sejak lama, sebelum Indonesia merdeka, dan bisnis pertembakauan dari hulu hingga hilir serta multiplier efeknya, telah menjadi tempat bergantung bagi jutaan masyarakat Indonesia.

"Diantaranya petani tembakau, petani cengkeh, pekerja pabrik, peretail, pekerja periklanan, pekerja logistik dan transportasi, dan usaha-usaha pendukung lainnya yang ikut tumbuh dari perekonomian pertembakauan," jelasnya.

Peraturan Produk Tembakau Harus Keluar Melalui RPP UU Kesehatan

Tak hanya itu, Sarmidi menambahkan, bahwa tembakau memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara cukup besar antara lain dari pendapatan cukai tahun 2022 sebesar Rp. 218,6 T, belum termasuk pajak-pajak, sehingga IHT merupakan komoditi tunggal yang memiliki kontribusi terbesar bagi penerimaan negara dan menyumbang devisa sebesar US$ 1,1 Milyar. 

"Padahal kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah melalui berbagai regulasi dalam rangka pengendalian IHT telah cukup berhasil," sambungnya.

Halaman Selanjutnya
img_title