MK Tolak Gugatan PSI Soal Capres-Cawapres 40 Tahun, Ini Penjelasannya

Sidang Putusan Batas Umur Capres dan Cawapres
Sumber :
  • viva.co.id

Surabaya, VIVA JatimGugatan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia atau PSI, terkait gugatan batas usia capres-cawapres Mahkamah Konstitusi (MK), menolak seluruh ditolak seluruhnya oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

Kaesang Safari ke Tulungagung, Bupati Usulkan Pengembangan Budidaya Lobster hingga Pabrik Susu

PSI meminta usia paling rendah 35 tahun yang mana UU Pemilu menyebut batasnya adalah minimal 40 tahun.

Hakim MK mengungkap alasan menolak uji materi terkait batas usia minimal capres-cawapres, sebagaimana diatur dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.  

Kaesang Pangarep Safari Politik ke Tulungagung, Bahas Sinergi dan Potensi Ikan Patin

Uji materi yang diajukan PSI dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pokok permohonan meminta MK menurunkan batas usia minimal capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

"Maka pengubah UUD bersepakat untuk penentuan persoalan usia diatur dengan undang-undang. Dengan kata lain penentuan usia minimal Presiden dan Wakil Presiden menjadi ranah pembentuk undang-undang," kata Hakim MK, Arief Hidayat, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023 dikutip dari VIVA.

PDIP Jawa Timur Hormati Putusan MK soal Pilgub Jatim

Mahkamah Konstitusi melakukan penelusuran dan pelacakan kembali secara seksama, risalah perubahan UUD 1945 terkait norma batas usia capres dan cawapres. MK, kata Arief, menemukan fakta hukum bahwa mayoritas pengubah UUD 1945 atau fraksi di MPR pada waktu itu berpendapat usia minimal presiden adalah 40 tahun.

"Namun demikian dengan alasan antara lain persoalan usia di kemudian hari dimungkinkan adanya dinamika dan tidak tidak ada patokan yang ideal, sehingga jangan sampai karena persoalan usia padahal telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam UUD, tidak dapat mendaftar diri sebagai Presiden," ujar Arief.

 

Ilustrasi Sidang Mahkamah Konstitusi (MK)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok

 

Sementara hakim MK yang lain, Saldi Isra menjelaskan lebih lanjut, Mahkamah tidak bisa menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari. Menurut Saldi, alasan pemohon bisa dipakai jika usia minimal capres dan cawapres menjadi 35 tahun.

PSI selaku pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable sebab diskriminatif terhadap warga negara Indonesia yang berusia kurang dari 40 tahun. 

Menurut Saldi, dengan menggunakan logika yang sama dalam batas penalaran yang wajar, menurunkan menjadi 35 tahun tentu dapat juga dinilai merupakan bentuk pelanggaran moral, ketidakadilan dan diskriminasi bagi yang berusia di bawah 35 tahun. Terutama bagi warga negara yang sudah memiliki hak untuk memilih, yaitu WNI yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.

"Oleh karena itu, dalam hal ini, Mahkamah tidak dapat menentukan batas usia minimal bagi calon presiden dan calon wakil presiden karena dimungkinkan adanya dinamika di kemudian hari," ungkap Saldi.

"Selain itu, jika Mahkamah menentukannya maka fleksibilitasnya menjadi hilang dan dapat memicu munculnya berbagai permohonan terkait dengan persyaratan batas minimal usia jabatan publik lainnya ke MK," sambungnya.

Ditolak Untuk Seluruhnya

Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan untuk menolak gugatan mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Putusan tersebut, diucapkan oleh Ketua MK Anwar Usman pada Senin, 16 Oktober 2023.  

"Amar putusan mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Anwar Usman.

Salah satu pertimbangan MK mengapa memutuskan untuk menolak gugatan ini adalah karena penentuan batas usia Capres Cawapres merupakan kewenangan pembentuk UU.

"Menurut mahkamah batas minimal usia calon presiden, calon wakil presiden yang disesuaikan dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, sepenuhnya merupakan ranah pembentuk undang-undang untuk menentukannya. Oleh karena itu dari permohonan a quo tidak beralasan menurut Hakim,"pungkasnya.