Kuasa Hukum Mas Bechi Tak Puas Replik JPU: Dua Peristiwa Tak Terjawab

Gede Pasek tak puas dengan replik jaksa atas pledoi pihaknya
Sumber :
  • Andrian/Viva Jatim

Jatim – Sidang perkara asusila dengan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pledoi terdakwa, Senin 24 Oktober 2022. 

2 Saksi Capres Tolak Tandatangani Hasil Rekapitulasi, KPU Lamongan: Itu Haknya

Namun, Kuasa Hukum Terdakwa, Gede Pasek Suardika menganggap replik yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Jombang, Tengku Firdaus tak menjawab dua peristiwa dalam dakwaan.

Sebab, menurut kuasa hukum yang akrab disapa GPS ini, replik jaksa setebal 30 halaman tersebut, sama sekali tak menyinggung dua peristiwa yang selama ini selalu dipertanyakan pihaknya.

Pelajar di Mojokerto Sebar Video Intim Mantan Pacar Dituntut 2 Tahun Pembinaan

Dua peristiwa yang dimaksud adalah, peristiwa pemerkosaan yang dituduhkan ketika proses wawancara, yang mana dalam dakwaan disebutkan, bahwa rangkaian peristiwa itu terjadi mulai pukul 07.00 Wib hingga 11 siang.

"Ketika kami tanya dua peristiwa, kesatu, kejadian pertama bagaimana kisahnya ketika dari proses wawancara jam 7 pagi, lalu jam 11 siang terdakwa ngajak, yang ngaku korban diperkosa," tuturnya. 

Ayah Kandung Hamili Putrinya Dituntut 17 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

"Padahal, jam 7 itu sudah 'diupacarai ijab kabul'. Jam 7-11 itu ngapain aja nggak pake’ baju. Kenapa pemerkosaan jam 11. Itu nggak dijawab," sambungnya. 

Baca juga: Pledoi Mas Bechi Setebal 438 Halaman: Beberkan Fakta-fakta Sidang

Ia pun menegaskan, dengan tidak adanya jawaban soal peristiwa tersebut, semakin menguatkan dugaannya tentang cerita atau peristiwa yang fiktif. Apalagi, jaksa tidak menjelaskan keganjilan peristwa tersebut secara gamblang.

"Ini sangat mungkin fiktif. Kalau nggak, ya harusnya bisa dijawab jam segitu ngapain aja. Tak pakai baju berdua ngapain, kenapa disebut pemerkosaan jam 11," keluhnya. 

“Ada gak peristiwa pemerkosaan yang keduanya sama-sama tidak mengenakan baju, lalu menunggu 4 jam, lalu pemerkosaan terjadi. Ini akal sehat bicara. Itu dari dakwaan, di tuntutan. Kami tanya, tolong jelaskan peristiwa itu. 'Masuk anginlah'," tambah kesal.

Gede Pasek lalu menyinggung peristiwa kedua. Yakni pada pukul 02.30 Wib, korban diajak ke Pondok Puri Plandaan yang jaraknya 30-40 menit ditempuh menggunakan kendaraan. 

Pada peristiwa itu, semua saksi yang disebut sudah membantahnya pada kesaksian yang lalu. "Peristiwa kedua gak ditanggapi. Gimana jam 2.30 dini hari korban dari pondok ke Puri Plandaan yang jaraknya 30-40 menit kendaraan,” gerutunya. 

Pengakuannya WA ke saksi, masih kata Gede Pasek, lalu diantar Edwin ditemukan Aji, semua saksi mengelak. “Di replik, satu pun gak bisa menjelaskan bagaimana si perempuan jam 2.30 ke TKP. Artinya (korban) mungkin langsung masuk kamar. Itu kita minta jelaskan. Artinya 2 peristiwa tidak dijawab," tegasnya.

Soal keterangan para saksi, Gede Pasek menandaskan, bahwa jaksa dalam repliknya, disebut telah mengesampingkan sejumlah alat bukti dan keterangan saksi. Padahal, banyak dari para saksi itu menerangkang fakta apa adanya.

"Replik jaksa belum menjawab pertanyaan soal dua peristiwa itu. Apalagi kasusnya dibangun sebagai kasus pemerkosaan. Seluruh alat bukt dan keterngan saksi dikesampingkan padahal saksi fakta," tandasnya.

Baca juga: Jaksa Tuntut Mas Bechi 16 Tahun Bui, Pengacara: Sadis!

Menurutnya, saksi testimonium de auditu justru yang diambil oleh jaksa. Padahal, saksi yang jenis itu, dianggapnya sebagai saksi yang telah koordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim. 

Sehingga, tegas Gede Pasek, saksi itu dianggap sebagai saksi yang telah didoktrin dan tidak berkesesuaian ceritanya supaya menjadi sama.

"Testimunium de auditu, saksi yang dikoordinasikan seperti mereka membaca sebuah naskah untuk membangun keyakinan hakim, bukan kesaksian yang berkesesuaian, tapi saksi yang didoktrin agar sama.” 

“Jadi ini penjelasan doktrin dipakaikan baju LPSK, diajari di luar sidang, saksi begini kan dimintakan untuk menyesatkan hakim. Kasihan hakim kalau terbangun dari kesaksian itu, nanti jadi sesat," ungkapnya.

Keterangan Saksi Dianggap Sesuai

Sementara JPU Tengku Firdaus mengakui adanya kelemahan dalam saksi jenis testimonium de auditu. Namun, ia mengklaim meski saksinya berjenis itu, tetapi keterangan yang diberikan dianggap memiliki kesesuaian.

"Saksi testimonium de auditu itu memang lemah, tapi kalau sesuai dengan keterangan saksi lain itu dianggap keterangan saksi berkesesuaian,” katanya. 

“Karena tiap perbuatan asusila itu yang tahu perbuatan terdakwa, ya cuma saksi korban. Gak ada saksi yang melihat! Kalau ada saksi, ya gak mungkin terjadi. Artinya, bisa memperkuat dakwaan kalau sesuai. Selama, sama dengan rangkaian peristiwa, jadinya utuh," tandas Firdaus.

Di luar sidang, secara bersamaan juga terjadi demonstrasi di depan PN Surabaya. Massa aksi yang mengatasnamakan Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTA) itu menggelar aksi doa bersama. 

Selain doa bersama, para pendemo menuntut agar majelis hakim bersikap adil terhadap perkara Mas Bechi. Karena dalam perkara ini – penilaian pendemo -- tidak ada saksi yang dapat memberatkan Mas Bechi. Terutama seperti dakwahan jaksa.

"Kami mohon pada hakim dan JPU agar bersikap adil sesuai fakta persidangan dan memvonis bebas murni Mas Bechi. Sebab, mencermati fakta persidangan hingga 24 kali ini, tidak ada kesaksian yang memberiatkan beliau," ucap Humas PCTAI, M Sahuri.