Kiai Yunus Jajar Trenggalek Istiqomah Mengaji, Pernah Mondok 21 Tahun di Lirboyo Kediri
- Viva Jatim/Madchan Jazuli
"Mbah Unus (sebutan Kiai Yunus) sekitar 1958 itu pulang sama sesepuh sini disuruh mendirikan madrasah. Lalu, sekitar tahun 60 mau balik ke pondok. Lha kalau kamu tinggal di pondok siapa yang mau meneruskan ini," kata Kiai Zuhdi menirukan sang sesepuh berpesan ke Mbah Unus, ditemui di teras ndalem, Sabtu, 19 Juli 2025.
Akhirnya Kiai Yunus tidak jadi balik ke pondok. Alhasil, di madrasah ini mulai besar hingga sekitar 800 santri. Ia mengenang saat itu masih kelas 0 masih mengetahui proses pembuatan kamar santri yang berada diatas kamar mandi.
Kiai Zuhdi melanjutkan, pada tahun 1961 Kiai Yunus diambil menantu oleh Gus Qomaruddin (putra dari Kiai Badruddin Jajar) untuk dinikahkan kepada sang adik Bu Nyai Hilaliyah. Akhirnya, Kiai Zuhdi mondok di Jajar dan masuk kelasnya Kiai Yunus.
Kiai kelahiran 1952 ini mengenang Kiai Yunus dalam mengajarkan santri-santri di madrasah menggunakan metode seperti di Lirboyo. Harus benar-benar memahami taqrir dan murod.
Taqrir dalam konteks nahwu bisa juga dipahami sebagai penjelasan atau penjelasan detail suatu konsep atau kaidah. Sedangkan murod merujuk pada makna yang ingin disampaikan atau dipahami dari suatu lafazh (ungkapan) maupun kalam (kalimat).
"Mbah Unus kalau mulang dibaca sak maknane, taqrirane terus di murodi. (kalau ngajar dibaca sekalian arti, taqrir serta murod). Kalau tidak Bahasa Indonesia ya klakep," canda beliau.
Sampai-sampai ada santri, Kiai Qornen Kedunglurah itu sebangku dengan dirinya karena tidak bisa Bahasa Indonesia. Sehingga membuat santri benar-benar memahami baik secara harfiah maupun maknawiyah.