YLKI Minta BPOM Cek Berkala Kandungan Bromat di Air Minum Kemasan

Ilustrasi air minum dalam kemasan atau AMDK.
Sumber :
  • wikimediacommons/viva.co.id

Surabaya, VIVA Jatim – Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo meminta BPOM untuk melakukan tes secara berkala terhadap kandungan senyawa bromat yang terkandung dalam produk air minum dalam kemasan (AMDK). Itu diperlukan karena dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari senyawa bromide itu.

Simak Panduan BPOM soal Minum Es Teh Manis saat Cuaca Terik

“Di post market mestinya BPOM melakukan sampling menguji yang ada di pasar ke laboratorium apakah itu sesuai standar keamanan, membahayakan konsumen apa enggak,” kata Sudaryatmo dalam keterangannya, Senin, 18 Desember 2023.

Dia menjelaskan, tes secara berkala itu diperlukan karena AMDK kini telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat, terutama di perkotaan. AMDK menjadi alternatif air minum yang bersih dan sehat karena, selain memiliki kandungan zat yang dibutuhkan tubuh, juga telah melalui proses produksi yang menjamin kualitasnya. 

Viral Miras Sasetan Beredar di Kota Pahlawan, Pemkot Surabaya Turun Tangan

Meski demikian, masyarakat  tetap perlu teliti dalam memilih dan mengkonsumsi AMDK mengingat terdapat berbagai jenis AMDK dengan berbagai klaimnya. Masyarakat tetap perlu mengetahui dan mengenal zat-zat yang terdapat dalam AMDK dan memastikan kadar zat-zat tersebut tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh pemerintah. 

Salah satu zat yang diatur ambang batasnya adalah senyawa bromida. Kekhawatiran akan kandungan bromida pada air kemasan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan temuan yang mengejutkan terkait kadar bromat pada AMDK. Beberapa negara tercatat menarik produk AMDK karena kandungan bromat yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan otoritas keamanan setempat.  

Waspada! Nama Kosmetik dan Obat Ini Dinyatakan Berbahaya oleh BPOM

Pada tahun 2019, misalnya, otoritas makanan dan obat Saudi Arabia (SFDA) telah memperingatkan konsumen untuk tidak mengonsumsi air kemasan dengan merek Amana yang diproduksi oleh pabrik AMDK di Riyadh, karena melebihi batas zat bromat yang diperbolehkan. Terakhir negara bagian Florida, pada Juli lalu, menarik 300.000 botol AMDK Blue Triton. 

Sudaryatmo menerangkan, Bromat biasanya tidak ditemukan secara alami dalam sumber air atau pada bahan baku air, namun terbentuk saat proses disinfeksi yang dapat akan menimbulkan produk samping disinfeksi (disinfection by product atau dbp). 

Salah satu zat yang digunakan dalam proses desinfeksi adalah ozon, sehingga prosesnya disebut ozonisasi. Ozonisasi yaitu ketika ozon (O3) bereaksi dengan bromida (Br-) dalam air, terutama dengan adanya konsentrasi bromida yang tinggi dan beberapa faktor lain seperti pH tinggi, suhu tinggi dan waktu kontak yang lama. 

Senyawa bromida yang berubah menjadi bromat bersifat karsinogenik atau beracun dan berpotensi dapat menyebabkan kanker, meski diperlukan penelitian lebih lanjut.

Nah, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyebutkan bahwa orang yang mengonsumsi bromat dalam jumlah besar mengalami gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Konsentrasi bromat yang tinggi juga dapat berpengaruh pada ginjal, efek sistem saraf, dan gangguan pendengaran. 

Pemerintah melalui Permenkes nomer 492 tahun 2010 menetapkan dbp sebagai persyaratan tambahan. Begitu pula Peraturan SNI Nomer 3553 Tahun 2015 mensyaratkan batas maksimum dbp pada AMDK.  Kadar Bromat dalam AMDK juga sudah diatur oleh BPOM yaitu 0,01 ppm. Seluruh industri AMDK di Indonesia diwajibkan memberikan data analisis kandungan bromat di laboratorium kepada BPOM secara berkala.

Itu sebabnya, Sudartamo menegaskan agar BPOM melakukan tes berkala. Selain itu, uji laboratorium juga perlu dilakukan secara reguler untuk memastikan keamanan pangan dimaksud. "Regular inspection. Mengambil sampling dari produk yang sudah ada di pasar,” katanya.