Bareskrim Usut Mafia Tanah di Surabaya, Ini Kata Pengacara Korban

Gedung Bareskrim Polri.
Sumber :
  • Viva.co.id

Hamparan lahan tersebut disatukan dalam sertifikat induk Hak Guna Bangunan Nomor 79/Pradahkalikendal yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Surabaya I atas nama PT DP. Dibubuhi kata Pradahkalikendal karena, kata Kuhon, sebagian lahan berada di kelurahan tersebut.

Jadwal Lengkap One Way, Contraflow dan Ganjil Genap Arus Balik Lebaran

Pada 1995, klien Kuhon membeli sebagian lahan dari DP lalu disertifikatkan dengan cara dipecah dari sertifikat induknya. Pecahan sertifikat induk tersebut kemudian diperpanjang pada tahun 2002 dengan pengubahan kata ‘Pradahkalikendal’ menjadi ‘Lontar’. “Karena disesuaikan dengan lokasi sebetulnya, yakni di Kelurahan Lontar,” tandasnya.

Kemudian, MH dkk menggugat kepemilikan lahan SHGB pecahan tersebut ke Pengadilan Negeri Surabaya. Kuhon menerangkan, penggugat memanfaatkan pencantuman ‘Pradahkalikendal’ sebagai senjata. Mereka mempermasalahkan lokasi klien Kuhon karena di SHGB pecahan tercantum kata ‘Lontar’, bukan ‘Pradahkalikendal’.

Warga Surabaya Keluhkan Pagar Penghalang Motor di Trotoar Banyak yang Rusak

“Padahal, penyebutan ‘Pradahkalikendal’ hanya diambil dari sertifikat induk, dan lokasi yang betul adalah di Kelurahan Lontar. Itu sebabnya Kantor Pertanahan kemudian memperbaiki lokasi yang disebutkan di pecahan SHGB,” kata Kuhon.

Celakanya, dalam sidang, majelis hakim hanya memeriksa dokumen dan tidak menelusuri keabsahan dokumen maupun keterangan yang diajukan oleh pihak yang diduga mafia tanah selaku penggugat. “Entah bagaimana proses peradilannya, yang jelas pihak yang diduga mafia tanah itu tahun 2021 memenangkan kasus perdatanya di Pengadilan Negeri Surabaya,” ujar Kuhon.

Yuk, Rasakan Sensasi Horor Pandora Nightmare saat Libur Lebaran di Surabaya

Selain kliennya, Kuhon menyebut ada korban lain akibat ulah sindikat mafia tanah tersebut. Yaitu sebuah yayasan bernama CHHS yang mulanya memiliki lahan 3.150 meter persegi sejak 25-30 tahun lalu. Pihak yang Kuhon sebut melakukan praktik mafia itu menggugat CHHS di PN Surabaya pada 2021. Majelis hakim yang saat itu diketuai Itong Isnaeni Hidayat menang dan dinyatakan sebagai pemilik sah atas objek sengketa Petok D No. 14345 Persil 186 klas d.II. 

Berangka dari itu, pengungkapan kejahatan terorganisasi seperti yang dilakukan oleh pihak mafia tanah memang bukan hal yang mudah dilakukan. “Karenanya kita harus acungi jempol kemampuan Bareskrim Polri membongkar kasus ini,” katanya.