LBH Surabaya Bilang Putusan Bebas Ronald Tannur Mirip Perkara Tragedi Kanjuruhan

Konpres putusan bebas Ronald Tannur di LBH Surabaya.
Sumber :
  • Mokhamad Dofir/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya menilai putusan bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan dengan korban Dini Sera Afriyanti di Pengadian Negeri (PN) Surabaya tak jauh beda dengan perkara Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya beberapa bulan lalu, yang juga membebaskan dua terdakwa.

Dicecar Soal, Adik Kandung dan Ipar Pengacara Ronald Tannur Ikut Diperiksa Kejagung periksa

Dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan yang dibebaskan majelis hakim PN Surabaya saat itu ialah mantan Kabag Ops Polres Malang Wahyu Setyo Pranoto dan mantan Kasat Samapta Polres Malang Bambang Sidik Achmadi. Namun, jaksa mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). MA memutus keduanya bersalah dan kini sudah menjalani hukuman.

Salah satu hakim yang menangani perkara Tragedi Kanjuruhan saat itu ialah Mangapul. Di perkara Ronald Tannur, Mangapul duduk sebagai anggota majelis hakim. Lingga Parama dari LBH Surabaya mengatakan, pada perkara Tragedi Kanjuruhan, hakim menjadikan arah angin yang memengaruhi pergerakan kepulan asap yang ditembakkan petugas, sehingga menyebabkan adanya korban jiwa.

Guru dan Murid Lakukan Doa Bersama untuk Korban Pembunuhan di Kediri

Sementara dalam perkara Ronald Tannur, kata Lingga, majelis hakim menyebut korban Dini Sera Afriyanti meninggal dunia karena cairan alkohol yang menyebabkan asam lambung korban naik.    

"Ini bukan sekali dua kali dari pihak pengadilan khususnya, memutuskan di mana yang seharusnya itu bersalah maka dinyatakan bebas. Kemarin kita sudah mengingat bahwa ada tragedi Kanjuruhan, di mana penyebab utamanya dia [terdakwa] dinyatakan tidak bersalah karena ada angin," ujar Lingga di kantor LBH Surabaya, Jumat, 26 Juli 2024.

Satu Korban Selamat Pembunuhan Jalani Operasi di RS Bhayangkara Kediri

LBH Surabaya bersama LBH Buruh dan Rakyat, LBII FSPMI Jatim, Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, LBH FSP KEP Gresik, dan SKOBAR yang tergabung ke dalam Tim Advokasi Buruh Peduli Anak Negeri (Tabur Pari) mengecam putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan terdakwa Ronald Tannur.

Dalam keterangan persnya, Tabur Pari sejak awal sudah curiga dengan proses hukum perkara Ronald Tannur yang tidak tampak sungguh-sungguh mengarah pada pengungkapan kasus secara serius. 

“Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran [alias] intended lo fa serta melindungi pelaku kejahatan dalam dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap pacarnya," bunyi keterangan pers yang diterima VIVA Jatim dari Tabur Pari.

Karena itu, tim Tabur Pari menuntut agar Komisi Yudisial memeriksa para hakim yang mengadili perkara nomor 454/Pid.B/2024PN Sby. Tabur Pari juga meminta Komisi Kejaksaan memeriksa jaksa penuntut umum yang menangani perkara tersebut.

“Serta menyerukan masyarakat agar mengawal kasus ini.”

Perkara Ronald Tannur bermula dari kehebohan di dunia maya tentang dugaan penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Dini Sera Afriyanti beberapa bulan lalu. Dini tewas usai menikmati malam bersama Ronald di tempat hiburan di kawasan Jalan Mayjen Jonosewojo, Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 4 Oktober 2023, malam.

Saat itu, beredar di media sosial korban bertengkar dengan Ronald Tannur usai berpesta di tempat hiburan malam. Pertengkaran itu terjadi sampai di lokasi mobil anak eks anggota DPR dari PKB, Edward Tannur, itu diparkir. Sebagian tubuh korban sempat terlindas mobil Ronald. Korban kemudian dibawa Ronald ke apartemennya dan di sana tak sadarkan diri. Korban dinyatakan meninggal dunia setelah dibawa ke rumah sakit.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024, Ronald Tannur dinyatakan tak terbukti bersalah dan divonis bebas. Kematian korban disebut hakim karena cairan alkohol, bukan akibat dianiaya Ronald Tannur. Hakim juga menyatakan tidak ada saksi yang melihat Ronald menganiaya korban.

Putusan bebas tersebut langsung memantik reaksi dari pihak kejaksaan. Kepala Kejati Jatim Mia Amiati menyatakan kecewa karena majelis hakim mengabaikan alat bukti visum yang menyebutkan terdapat luka di organ hati korban akibat benda tumpul. Mia juga heran hakim tidak menjadikan alat bukti CCTV yang memperlihatkan perbuatan terdakwa sebagai pertimbangan.