3 Kades di Mojokerto Diduga Tak Netral di Pilkada 2024, 1 Segera Sidang
- M Lutfi Hermansyah/Viva Jatim
Mojokerto, VIVA Jatim –Bawaslu Kabupaten Mojokerto menerima laporan terkait dugaan ketidaknetralan tiga kepala desa (kades) dalam Pilkada Mojokerto 2024. Satu di antaraya segara disidangkan di Pengadilan.
Ketiga kades tersebut adalah Kepala Desa (Kades) Baureno Abdori, Kades Sooko Happy Iswahyudi, dan Kades Randuharjo Edo Yudha Arista.
Abdori dan Happy Iswahyudi dilaporkan oleh Relawan Nderek Kiai Mojopahit, Agus Basuki, ke Bawaslu pada Selasa, 19 November 2024. Agus didampingi tim pemenangan calon bupati dan wakil bupati Mojokerto, Ikfina Fahmawati-Sa’dulloh Syarofi (Gus Dulloh).
“Relawan kami melaporkan dua Kades. Pertama, Kades Sooko Happy Iswahyudi. Dan Kedua, Kades Baureno Abdori. Keduanya ini diduga melanggar netralitas karena kades dilarang terlibat kampanye,” Kata Divisi Hukum dan Advokasi Achmad Maulana Robitoh dan Mujiono.
Dalam laporannya, Abdori diduga melanggar netralitas karena mengikuti kegiatan kampanye paslon nomor urut 2 Muhammad Albarra-Muhammad Rizal Octavian di Lapangan Desa Lebaksono pada Minggu, 17 November 2024 lalu.
Tindakan Abdori itu terekam kamera ponsel. Tidak sekadar hadir, beredar video yang memperlihatkan Abdori berjoget dan bernyanyi di atas panggung. Video itu tersebar di media sosial.
Sedangkan Kades Sooko Happy Iswahyudi, didapati berfoto bersama cabup Muhammad Albarra (Gus Barra). Selain itu, Happy juga diduga berkampanye Gus Barra-Rizal lewat Grup WhatsApp.
“Foto Kades Sooko bersama Gus Barra itu diduga di kediamannnya Gus Barra Mereka terlihat berdampingi. Itu diketahu juga karena sudah menyebar di Grup WhatsApp dan TikTok,” terang Mujiono.
Happy dan Abdori diduga melanggar Pasal 71 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pilkada.
Sedangkan Kades Randuharjo, Kecamatan Pungging Edo Yudha Arista dilaporkan oleh seseorang bernama Suhartono pada 23 Oktober 2024. Edo dilapokan terkait dugaan pelanggaran netralitas kades berdasarkan video yang diunggah di akun Tiktok @kadesmuda.japanese99.
Dalam video tersebut, Edo menggunakan atribut berupa kaus putih bertuliskan IDOLA dan bergambar paslon bupati-wakil bupati Mojokerto nomor urut 1 dan mengancungkan jari telunjuk bersimbol nomor 1.
Selian itu, ia juga membawa setumpuk uang yang disebut untuk memenangkan paslon Ikfina Fahmawati-Sa’dulloh Syarofi (Idola).
Edo sudah diperiksa Bawalu Kabupaten Mojokerto. Dari hasil penyelidikan, tindakannya justru dinilai menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Sehingga dia disangkakan dengan Pasal 188 juncto Pasal 71 ayat 1 UU Nomor 10 Tahun 2016, tentang Pilkada. Dengan ancaman pidana selama 1 sampai 6 bulan atau denda Rp 600 ribu hingga Rp 6 juta.
Ia pun ditetapkan tersangka atas kasus dugaan pelanggaran netralitas di Pilkada 2024. Ia segara menjalani persidangan setelah berkas perkaranya dilimpahkan ke penuntut umum.
Bawaslu Kabupaten Mojokerto bersama sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) melimpahkan berkas dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto pada Rabu 20 Novemebr 2024 siang. Namun tersangka tidak dilakukan penahanan.
“Ini tadi Kita melalukan pelimpahan tahap II tersangka Kades Randuharjo. Tidak tahan, karena ini kan ada aturan turunan undang-undang Pilkada, yaitu peraturan bersama Bawaslu RI, Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI tidak klausul penahanan,” katanya kepada wartawan.
Devisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Aris Fakhruddin Asy’at menambahkan, laporan terkait Kades Sooko dan Baureno saat ini akan dilakukan kajian dan pembahasan.
“Dua kades (Sooko dan Baureno) yang disampaikan ke kita dugaan tetang netralitas. Cuman kami masih melalukan kajian awal kaitannya dengan syarat fil dan materill,” ungkapnya.
Kasi Pidana Umum Kejari Kabupaten Mojokerto Nala Arjuntho menyampaikan telah menerima pelimpahan berkas dan barang bukti dugaan pelanggaran netralitas Kades Randuharjo. Adapun barang bukti yang disita berupa 2 unit ponsel dari tersangka.
“Barang bukti yang disita ponsel. Karena yang bersangkutanmenguploud di media sosial TikTok dan Grup WhatsApp yang akhirnya menyebar ke masyarakt luas,” katanya.
Pihaknya punya waktu 5 hari kerja untuk melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Negeri Mojokerto. Ia mendakwa Edo dengan dakwaan Pasal 188 juncto Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Ancaman hukamannya maksimal 6 bulan. Tidak bisa dilakukan penahanan menurut KUHP,” tandasnya.