Dewan Pers Minta Media Online Tak Bikin Konten Provokasi Seksual

Ketua Komisi Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana
Sumber :
  • Viva.co.id

Jatim – Dalam acara Jumpa Pers Perdana Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana meminta agar pegiat media online atau media digital tidak lagi membuat konten yang berbau provokasi seksual. Sebab hal itu menjadi salah satu penyebab banyaknya kasus pers yang terjadi sepanjang tahun 2022.

Penyebar Video Syur Ditangkap, Rebecca Klopper Bersyukur dan Respon Melalui Instagram

“Kami minta kepada rekan-rekan atau media pers yang masih ada karya-karyanya yang berbau provokasi seksual untuk di-take down, karena konten tersebut jelas berdampak buruk,” kata Yudi di Gedung Dewan Pers, Selasa, 17 Januari 2023, seperti dikutip dari VIVA.

Ia menegaskan bahwa Dewan Pers akan tegas menindak karya jurnalistik yang bersifat ‘provokasi seksual’. Pihaknya tidak akan menunggu adanya pengaduan. Melainkan akan langsung memanggil yang bersangkutan dan memintanya untuk menghapus konten tersebut atau take down

Motif Pembunuhan Kabiro Media Online di Jombang, Diduga Balas Dendam

Selain itu, Yudi juga menegaskan bahwa karya jurnalistik yang bersifat ‘provokasi seksual’ bukanlah termasuk produk pers. Sebab sejatinya, kata Yudi, produk pers itu pemberitaan yang menginspirasi dan berdampak baik bagi publik serta sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik. 

“Ini adalah kelainan dari pada produk pers, dan kami anggap ini adalah bukan produk pers, ini adalah bisa merusak pers karena akan berdampak buruk bagi masyarakat,” tegas Yudi. 

Dewan Pers Tagih Pemerintah Terbitkan Regulasi Hak Cipta Jurnalistik

Dewan Pers menyoroti pegiat media online lantaran menurut Yudi, media online lah yang paling banyak melakukan pelanggaran. Berdasarkan jenisnya, pelanggaran verifikasi menjadi yang paling banyak dilanggar media digital. Kedua pelanggaran berbentuk berita yang sifatnya hoaks atau fitnah. Dan yang ketiga pelanggaran berbentuk berita provokasi seksual. 

“Dari kasus yang kami selesaikan tersebut, platform yang banyak melanggar itu adalah media digital atau media online, berapa persen? Hampir 97 persen!,” ujar Yudi.

Halaman Selanjutnya
img_title