Dinkes Surabaya Umumkan Hasil Lab Makanan Pemicu Keracunan Massal Warga Kalilom

Korban keracunan massal daging kurban di Surabaya dirawat.
Sumber :
  • Nur Faishal/Viva Jatim

Surabaya, VIVA Jatim –Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya telah melakukan upaya uji laboratorium terhadap contoh makanan dan yang diduga menyebabkan keracunan massal seusai menyantap olahan daging kurban di wilayah Kalilom Lor Indah GG Seruni II, RT 12/RW 10, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya pada Jumat, 30 Juni 2023 lalu.

Bersama Pemkot Surabaya, SIER Gelar Aksi Bersih Sungai Tambak Oso

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina mengatakan jika pihaknya bekerja sama dengan Balai Besar Teknis Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) dalam memeriksa kandungan makanan tersebut dan kini telah mengantongi hasilnya.

Dari hasil pemeriksaan menggunakan metode biakan konvensional, terdapat 3 sampel sisa makanan menunjukkan positif bakteri Salmonella sp. Makanan tersebut diantaranya sate daging, gulai daging dan krengsengan daging.

Yuk Jaga Kesehatan Jantung dengan Rutin Konsumsi 5 Makanan Ini

“Daging yang digunakan untuk memasak sate, gulai daging dan krengsengan mengandung bakteri Salmonella sp. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daging yang diolah kurang dicuci bersih dan dimasak kurang matang,” kata Nanik, Kamis 6 Juli 2023.

Nanik menjelaskan, Salmonella merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia, serta sering menyebabkan keracunan makanan. 

Penderita Asam Lambung Wajib Hindari 10 Jenis Makanan Ini

Bakteri ini dapat hidup di saluran usus hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan. Selain itu, konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak dicuci juga dapat meningkatkan risiko terkontaminasi.

“Masa inkubasi Bakteri Salmonella sp adalah 6 hingga 72 jam. Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan epidemiologi oleh Tim Dinkes Kota Surabaya bahwa sebagian besar kasus mengalami gejala awal pada jam ke 9 hingga 10 jam setelah menyantap hidangan yang disajikan,” jelasnya.

Gejala yang ditimbulkan pada kasus keracunan ini, imbuh Nanik, yakni Diare sebanyak 20,80 persen, panas sebanyak 17,20 persen, pusing sebanyak 17,20 persen, mual sebanyak 16,00 persen, lemas sebanyak 15,20 persen, dan muntah sebanyak 13,20 persen. “Gejala-gejala tersebut merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri Salmonella sp,” imbuhnya.

Pada upaya pencegahan yang dapat dilakukan, Nanik menerangkan, untuk bahan pangan yang berasal dari olahan makanan dari hewan kurban, proses penyembelihan harus dipastikan telah dilakukan secara higienis. 

Mengingat daging mempunyai kandungan protein dan mudah membusuk sehingga harus segera didistribusikan dan tidak lebih dari 2 jam, serta diolah atau disimpan di kulkas untuk mempertahankan kualitasnya. Namun jika masih akan disimpan, daging tidak perlu dicuci.

 

“Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak dibandingkan dengan daging sapi. Kambing dengan kandungan protein lebih tinggi bisa bertahan kurang dari 6 jam dalam suhu ruangan, sehingga jika lebih dari 6 hingga 10 jam maka daging cenderung sudah rusak. Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh dicampur,” terangnya.

Ia berpesan agar masyarakat memastikan sebelumnya bahwa semua bahan pangan yang akan dikonsumsi telah dicuci bersih, higienis dan diolah/dimasak dengan baik dan benar-benar matang. Seperti dimasak pada suhu lebih dari 70 derajat celcius.

“Selanjutnya memastikan peralatan masak yang digunakan bersih dan tidak berkarat. Serta, menjaga kebersihan makanan yang akan dikonsumsi, mencuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan yang sudah berbau tidak sedap, berlendir, atau berjamur,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Nanik mengimbau masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam berkegiatan sehari-hari secara disiplin dan konsisten. 

“Tentunya untuk mencegah risiko penularan penyakit baik dari lingkungan maupun dari bahan pangan yang dikonsumsi,” pungkasnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data Dinkes Surabaya per Rabu 5 Juli 2023 kemarin, sudah tidak ada pasien yang mendapatkan perawatan di Puskesmas maupun di rumah sakit.