Sosok Pendiri NU di Mata Cucu dan Santrinya: Pemersatu Umat Islam Indonesia
- Ibnu Abbas/Viva Jatim
Sumenep, VIVA Jatim – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep, menggelar Tadarus Pemikiran Hadratussyeikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari. Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-101 NU itu dipusatkan di Aula Al-Ikhlas Kemenag Sumenep, Ahad, 28 Januari 2024.
Cucu Mbah Hasyim, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin bercerita, bahwa di masa awal pandemi Covid-19, menjadi kesempatan baik baginya untuk menelaah kembali khazanah keilmuan Mbah Hasyim melalui karya kitabnya. Hingga kemudian ia memiliki satu kesimpulan penting betapa kompleksnya peran Mbah Hasyim dalam mempersatukan umat Islam Indonesia.
"Saya kemudian menulis buku itu (Hadratussyeikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari Pemersatu Umat Islam Indonesia) dalam kurun waktu 10 hari, di masa awal pandemi Covid-19," ungkapnya saat menyampaikan materi.
Gus Kikin lantas mengatakan bahwa Mbah Hasyim mulai bergulat dalam gerakan perlawanan melawan penjajah sejak sepulang dari Mekkah. Melalui pengajian-pengajian dan karya-karya kitabnya, Mbah Hasyim mengusung spirit merebut kemerdekaan.
"Bahkan, kita tahu bahwa beliau ini mendirikan pesantren Tebuireng di dekat pusat pabrik gula Cukir. Jaraknya sekitar 200 hingga 300 meter dari tanah yang dibeli. Di sana itu menjadi pusat maksiat. Tetapi beliau mampu menjadi pioner dan penggerak masyarakat," terangnya.
Salah satu upaya perlawanan yang dilakukan Mbah Hasyim terkait upaya ordonansi dan kristenisasi secara paksa yang dilakukan Pemerintah Belanda kala itu, ialah mengarang kitab tentang perkawinan Dhoul Mishbah. Kemudian juga Adabul Alim wal Muta'allim. Mbah Hasyim terus berupaya agar masyarakat kritis dan teguh pendirian.
"Sejak datang dari Makkah semangat perjuangannya memang sangat kuat. Utamanya dalam melawan gerakan-gerakan kristenisasi oleh pemerintah Belanda. Melalui banyak hal, menggelar pengajian, menulis kitab, dan menggerakkan masyarakat.