Cerita Anggota Komisi Fatwa MUI saat Nyantri di Lirboyo, 7 Tahun 'Ngrowot'
- Madchan Jazuli/Viva Jatim
Dalam berkhidmah, Gus Zahro beserta asatidz lainnya tidak menerima gaji, yang ada hanyalah bisyaroh. Dimana bisyaroh tersebut hanya untuk pulang pergi Trenggalek-Lirboyo.
Beliau sebagai mustahik istilah pengajar utama atau wali kelas yang setiap hari harus masuk. Selepas tamat 1997, dirinya berkhidmah ikut di madrasah mengajar santri-santri atas perintah Masyayikh Lirboyo.
Dirinya mendapatkan perintah supaya membersamai santri menamatkan santri dari Kelas 1 Aliyah. Padahal masyayikh mengetahui bahwa rumah beliau jauh. Namun, beliau yakin dengan ketulusan dan keikhlasan apa yang diminta masyayikh kelak akan bermanfaat, sekalipun itu berat.
"Secara akal tidak masuk akal untuk kehidupan setelah menikah. Sebab bisyaroh selama bulan di Lirboyo sampai saat ini hanya cukup untuk 3 hari saya sendiri. Berjalan malah selama 4 tahun," imbuhnya.
Gus Zahro menambahkan kala berada mondok tidak ikut ndalem, tetapi berkhidmah di madrasah dengan cara menyapu lokal. Beliau sebagai pembersih tukang sapu lokal, dan ada 9 lokal.
Dosen Ma'had Aly Program Pascasarjana PP Lirboyo 2021 sampai sekarang ini yakin dengan mengkhidmahkan diri melayani kiai, pondok, madrasah. Beliau yakin lewat ini sebagai sabaabiyah dan menjadi washilah ilmu bisa menjadi manfaat barakah.
Tidak jauh berbeda apa yang dilakukan para sahabat di zaman nabi, ulama, salafus sholeh, semuanya ahli khidmah. Gus Zahro menggarisbawahi bahwa setiap orang kalau sukses pasti orang dulu ahli riyadhoh dan ahli khidmah. Hal itu sudah dicontohkan Mbah Manab atau KH Abdul Karim sebagai pegangan para santri.