Di Surabaya Ada Sendang Mbah Sumber, Mata Air Tak Pernah Kering
- VIVA Jatim/Mokhamad Dofir
Surabaya, VIVA Jatim - Tanah lapang di Pakis Gunung, RT 6 RW 4, Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, selalu ramai menjadi lokasi cangkrukan masyarakat sekitar. Sebagian warga bercengkerama di bawah pohon beringin tua yang rindang dan beberapa anak berolahraga voli atau sepak bola mini.
Pemandangan itu bisa disaksikan setiap hari, selepas jam sekolah sampai menjelang petang. Masyarakat memilih mengisi waktu luang di tempat ini mungkin karena hawanya sejuk saat kota pahlawan bercuaca panas.
Ya, benar saja sejuk! Karena dua batang pohon beringin tua berukuran raksasa menaungi. Akarnya menjuntai menembus bumi, menciptakan gundukan besar di tengah-tengah pemukiman, mirip bukit kecil.
"Biyen iki ono sendang e [Dulu di sini ada sendangnya]," kata Toha (60), bapak-bapak yang mengaku kerap membersihkan tempat ini kepada VIVA Jatim, Jumat, 2 Agustus 2024.
Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sendang berarti kolam pegunungan dan sebagainya yang airnya bersumber dari mata air di dalamnya. Tempat ini biasanya dipakai untuk mandi dan mencuci, airnya jernih karena mengalir terus.
Toha mengatakan, warga menamai sendang dengan sebutan Mbah Sumber karena mata airnya dari dulu sampai sekarang tidak pernah kering.
"Sumber e metu terus, gak pernah kering. Nyumber terus, bening [sumber airnya mengalir terus, tidak pernah kering. Mengalir terus, jernih]," tuturnya.
Sayangnya, sendang tidak lagi bisa ditemui. Kata Toha, konon karena kebiasaan warga membuang sampah ke kolam, menjadikan sendang tertimbun dan hilang. Untungnya ada sebagian warga yang peduli menyelamatkan mata air dengan membangun sumur sehingga jejak sendang bisa disaksikan sampai sekarang.
Masyarakat dikatakannya, sesekali memanfaatkan air sumur bekas sendang untuk mandi karena airnya begitu jernih.
"Malah lek banyu PDAM mati, wong-wong jupuk banyune nang kene Malah saat air PDAM mati, warga mengambil airnya di sini]," lanjutnya.
Sosok Penunggu dan Mitos Tuah Sendang Mbah Sumber
Tak hanya untuk keperluan mandi dan sebagainya. Di bekas sendang Mbah Sumber juga memunculkan mitos tentang sosok yang mendiami tempat ini. Toha menyebutnya ada dua, yakni Mbah Pandan Sari dan Mbah Sumber Rejo.
Wujud kedua sosok tersebut kata Toha, pasangan kakek nenek berjubah dan bersurban dengan membawa tongkat sakti.
Menurut Toha, sosok penunggu bekas Sendang Mbah Sumber juga mempunyai banyak pusaka yang kerap dibagikan kepada warga pilihan, termasuk dirinya. Pusaka itu kadang berupa cincin mustika hingga cempala, yakni alat yang digunakan untuk memukul kotak wayang guna menciptakan suara-suara tertentu.
Sebagian orang percaya tempat ini juga bertuah, maka tak heran terkadang dijumpai aktivitas ritual di sekitar lokasi sendang Mbah Sumber.
"Ono sing nyoba meditasi nang kene, biasane wong joboh [ada yang mencoba bermeditasi di sini, biasanya orang luar]," kata Toha.
Bahkan warga setempat masih meyakini, jika hendak menggelar hajatan diwajibkan meminta ijin ke sosok penunggu sendang Mbah Sumber dengan membuat sesajen. Bila ini tidak dilakukan, Toha mengatakan, acara akan menemui banyak kendala seperti tiba-tiba hujan angin hingga si empunya jatuh sakit.
Namun seiring kemajuan zaman, kepercayaan ini sudah mulai ditinggalkan. Begitu pula dengan kegiatan tahunan berupa sedekah bumi, beberapa waktu belakangan juga tidak lagi digelar.
"Dulu setiap tahun, ditanggapno wayang barang. Tapi saiki wis gak tahu, wis suwe [menggelar pagelaran wayang, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi, sudah lama]," tandasnya.
Sendang Mbah Sumber kini tidak bisa dipakai untuk mandi berendam seperti kebanyakan sendang di tempat lain. Untuk bisa merasakan segarnya mata air sendang Mbah Sumber, pengunjung diperbolehkan mengambil air dari sumur atau mandi di toilet yang sudah disediakan. Letaknya tepat berada di barat laut pohon beringin tua.
Di sebelah timur kamar mandi terdapat saung panggung terbuat dari kayu bercat cokelat yang dilengkapi beberapa kursi dan sebuah meja. Lalu di sisi selatan beringin tua, juga berdiri cungkup berkonsep terbuka.
Untuk menuju ke cungkup, pengunjung harus berputar melewati beberapa anak tangga karena lokasinya sedikit naik. Di sinilah kerap dijumpai aktivitas spiritual bagi mereka yang percaya tempat ini bertuah.