Ojung di Madura, Peresean di Lombok
- Viva.co.id
Tari Peresean, lanjut dia, mengisahkan tentang kebiasan kaum pria Sasak dahulu yang adu jantan sebelum siap maju di medan perang. Saat itu, pria Sasak belum disebut jantan dan siap bertempur apabila tidak beradu di arena Peresean.
Tari Paresean di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
- Nur Faishal/Viva Jatim
Dalam sejarah, suku Sasak memang punya pengalaman perang yang panjang. Erni Budiwanti dalam bukunya, Islam Sasak; Wetu Telu versus Waktu Lima (LKiS, cetakan II 2013), menjelaskan, penduduk asli Lombok adalah orang Sasak. 90 persen penduduk di pulau tersebut adalah suku Sasak. Selebihnya adalah pendatang, yakni dari Bali, Sumbawa, Jawa, Sulawesi, Arab, dan Cina.
Sejarah orang luar masuk ke Lombok lebih banyak dilatari cerita penaklukan kekuasaan. Erni mencatat, Kerajaan Majapahit dari Jawa mulai masuk ke Lombok pada abad ketujuh. Secara otomatis kultur, termasuk agama, dari Jawa pelan-pelan memengaruhi Lombok. Saat itu, Majapahit adalah kerajaan Hindu.
Kerajaan Islam di Jawa mulai menaklukkan Lombok pada abad ke-13 setelah Majapahit runtuh. Segera setelah itu pengaruh Islam berbaur dengan kepercayaan orang Sasak. Sementara penguasa dari Makassar berhasil menguasai kerajaan asli Sasak di Selaparang pada abad ke-16. Baru satu abad kemudian, Kerajaan Bali di Karangasem menaklukkan Lombok Barat pada abad ke-17.
Didorong semangat keagamaan, bangsawan Sasak dan pemimpin lainnya yang sudah terislamisasi yang tertekan oleh penaklukan Kerajaan Bali, meminta bantuan kolonial Belanda. Kerajaan Bali pun akhirnya terusir. Tapi sial, Belanda justru memanfaatkan sebagai pintu itu mencaplok Lombok sebagai bagian dari kolonisasi.